Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kematian Pengidap HIV/AIDS di Biak Sangat Tinggi

28 Juli 2016   21:12 Diperbarui: 28 Juli 2016   21:20 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampanye AIDS di Biak (Sumber: papua2.kemenag.go.id)

“Sebanyak 451 orang dari 1.670 penderita HIV/AIDS di Kabupaten Biak Numfor, Papua, tewas akibat penyakit menular mematikan tersebut.” Ini lead pada berita “Ratusan Warga Biak Meninggal karena HIV/AIDS.” (news.okezone.com, 27/7-2016).

Ada beberapa hal yang tidak akurat dalam pernyataan di lead berita itu, yaitu:

Pertama, kematian 451 dari 1.670 penderita HIV/AIDS di Biak bukan karena HIV atau AIDS, tapi karena penyakit-penyakit yang muncul pada masa AIDS yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TBC, dll. Masa AIDS pada orang-orang yang tertular HIV yang secara statistik terjadi antara 5-15 tahun sejak tertular HIV.

Kedua, HIV/AIDS bukan penyakit menular. HIV adalah virus, sedangkan AIDS ada masa pada pengidap HIV yang terjadi antara 5-15 sejak tertular HIV. Maka, yang menular bukan penyakit HIV/AIDS, tapi virus yaitu HIV.

Ketiga, HIV/AIDS bukan penyakit yg mematikan karena penyebab kematian pada pengidap HIV/AIDS adalah penyakit-penyakit lain,  disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Sebaliknya, lead berita itu menunjukkan tingkat kematian yang sangat besar di kalangan pengidap HIV/AIDS di Biak yaitu 28,73 persen. Ini bisa terjadi al. karena penduduk yang tetular HIV tidak terdeteksi sebelum masa AIDS.

Mereka terdeteksi pada masa AIDS dengan infeksi oportunistik (penyakit-penyakit yang muncul di masa AIDS karena sistem kekebalan tubuh yang rendah sehingga sangat mudah kena penyakit) yang sudah pada tahap lanjut yang membutuhkan pengobatan bahkan perawatan intensif.

Penduduk yang tertular HIV tidak terdeteksi al. krn penjangkauan yang lemah sehingga penduduk yang tertular HIV baru terdeteksi ketika mereka sakit dan berobat ke rumah sakit. Inilah yang disebut sebagai penanggulangan pasif yaitu menunggu orang-orang yang tertular HIV berobat ke rumah sakit atau puskesmas sehingga bisa terdeteksi karena meereka datang dengan penyakit-penyakit yang terkait langsung dengan infeksi HIV/AIDS.

Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Biak, Selfi Rumbiak, mengatakan: "Jajaran Pemkab Biak beserta KPA telah berkomitmen menangani penyakit HIV/AIDS dengan mencanangkan Biak bangkit melawan HIV/AIDS."

Apa yang dijalankan untuk mendukung “Biak bangkit melawan HIV/AIDS?

Dalam penanggulangan, seperti yang disebutkan oleh Tenaga Operasional Lapangan KPA Biak, Basri: Salah satu program yang intens dilakukan KPA setiap waktu gencar menyosialisasikan tentang bahaya HIV/AIDS kepada masyarakat di berbagai kelompok warga.

Pertanyaan untuk Basri: Berapa lama yang dibutuhkan agar seseorang memahami bahaya HIV/AIDS sehingga dia tidak melakukan perilaku berisiko, al. melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK)?

Seintens apa pun sosialisasi bahaya HIV/AIDS dilakukan tidaklah mudah mengubah perilaku seksual seseorang. Soalnya, penyebab paling dominan kasus HIV/AIDS di Biak terjadi karena hubungan seksual yang prosentasenya mencapai 80 persen. Itu artinya banyak laki-laki dewasa di Biak yang perilaku seksualnya berisiko yaitu sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.

Maka, yang harus dilakukan KPA Biak bukan sekedar sosialiasi bahaya HIV/AIDS, tapi program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK. Yang mendesak adalah melakukan intervensi terhadap laki-laki dewasa berupa memaksa mereka memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Celakanya, Pemkab Biak akan menepuk dada: Di wilayah kami tidak ada pelacuran!

Ya, itu benar jika yang dimaksud adalah pelacuran yang dilokalisir dengan regulasi. Tapi, praktek pelacuran dengan berbagai cara tetap saja ada di Biak. Bisa dalam bentuk panti pijat plus-plus, kafe, salon plus-plus, cewek panggilan, dll.

Justru penanggulangan HIV/AIDS tidak bisa dilakukan karena kegiatan pelacuran tidak dilokalisir sehingga tersebar secara luas di sembarang tempat dan terjadi sembarang waktu. Akibatnya, tidak bisa dilakukan intervensi.

Itu artinya insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK akan terus terjadi. Laki-laki yang tetular akan menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah secara horizontal. Yang beristri akan menularkan HIV ke istrinya atau perempuan lain yang jadi pasangan seksnya. Kalau istrinya tertular, maka kelak ada pula risiko penularan secara vertikal ke bayi yang dikandungnya.

Maka, tanpa program penanggulangan yang konkret penyebaran HIV di masyarakat jadi ’bom waktu’ yang kelak akan jadi pemicu 'ledakan AIDS' di Biak Numfor. Pilihan ada di tangan Pemkab Biak Numfor: tidak menjalankan program yang konkret atau menunggu ‘ledakan AIDS’. *** [AIDS Watch Indonesia] ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun