“SNT Jadi Tersangka atas Pencabulan Anak Balita yang Sebabkan Korban Meninggal” Ini judul berita di kompas.com (29/6-2016). Jika disimak dari aspek orientasi seksual perilaku SNT ini termasuk dalam kategori parafilia (menyalurkan dorongan seksual dengan cara lain), dalam hal ini infantofilia yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual ke bayi dan anak-anak umur 0 – 7 tahun. Korban SNT ini adalah keponakannya.
Catatan penulis sampai kasus ini sudah ada 34 kasus infantofilia yang ditangani polisi yang tersebar di seluruh Nusantara dengan korban laki-laki dan perempuan usia paling rendah 9 bulan (bayi perempuan, Jakarta Timur) dan paling tinggi 7 tahun (anak perempuan, Manado, Sulut).
Perilaku parafilia hanya menarik bagi banyak orang, terutama yang membalut lidahnya dengan norma, moral dan agama, hanyalah kasus sodomi. Celakanya, sodomi selalu dikaitkan dengan paedofilia.
Padahal, sodomi dan paedofilia berbeda. Sodomi adalah perbuatan melawan hukum dengan melakukan seks anal atau seks oral secara paksa atau dengan bujukan terhadap anak-anak dan dewasa. Sedangkan paedofilia adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki dewasa dengan anak-anak, laki-laki dan perempuan, umur 7 – 12 tahun dengan cara-cara yang ‘beradab’ yaitu menjadikan korban sebagai anak angkat, ponakan angkat, anak asuh, istri, dll.
Keluarga korban meminta polisi mengusut kematian tsb. karena kecurigaan. Akhirnya, seperti disampaikan oleh Kepala Polres Kediri Kota AKBP, Wibowo, dari hasil otopsi terhadap jenazah korban, ditemukan tanda-tanda kekerasan seksual pada bagian anusnya dan luka di kepala bagian belakang yang diperkirakan sebagai penyebab kematian korban kompas.com (29/6-2016).
Jika disimak hasil otopsi ini ada kemungkinan juga SNT melakukan kekerasan fisik sebelum melakukan hubungan seksual, dalam hal ini seks anal, yang dikenal sebagai sadomasochismyaitu menganiaya korban atau pasangan secara sadis sebelum melakukan hubungan seksual.Pelaku sadomasochism baru akan terangsang jika melihat korban mengerang kesakitan. Korban yang kian kesakitan justru kian merangsang pelaku. Biasanya hal ini dilakukan dengan pasangan karena pasangan itu pun menikmati kondisi itu yang dikenal sebagai masochism yaitu seseorang yang merasa lebih puas setelah disakiti oleh pasangannya sebelum hubungan seksual.
Tanda-tanda kekerasan pada kepala balita itu, bahkan darah keluar dari telinga, menunjukkan pelaku melakuan sadomasochisms ecara sepihak. Sebagai balita berumur 2,5 tahun bisa saja terjadi anak itu mengerang kesakitan.
Diberitakan bahwa korban dan dua kakaknya yang berusia 4 dan 6 tahun selama ini kerap diajak bepergian oleh SNT (kompas.com, 29/6-2016). Pihak keluarga dianjurkan juga memeriksakan dua anak itu siapa tahun sudah jadi korban SNT atau pernah melihat perlakuan SNT.
Polisi hanya bisa memakai UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak untuk menjerat SNT. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun kurungan. Padahal, perbuatan SNT terhadap balita itu bukan hanya seks anal karena ada kekerasan. Kalau saja UU kita mengenal hukuman kumulitif, seperti di Amerika Serikat, maka SNT bisa mendekam di penjara seumur hidup bahkan tulang-belulangnya pun masih berstatus terpidana kalau hukuman kumulatif lebih dari 100 tahun. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H