Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jaringan Pemalsu Vaksin = Pengedar Narkoba

27 Juni 2016   21:27 Diperbarui: 28 Juni 2016   09:52 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Repro: vaccines.mercola.com)

* Dikhawatirkan vaksin palsu Bekasi itu hanya puncak gunung es dari kasus vaksin palsu ....

Vaksinasi atau imunisasi adalah tindakan medis dengan memasukkan vaksin berapa jensi penakit menular ke dalam tubuh bayi, anak-anak dan dewasa agar immun terhadap penyakit-penyakit tsb. Nah, kalau vaksin yang dipakai tidak memenuhi standar sebagai vaksin maka akibatnya kematian karena penyakit dan kecacatan seumur hidup. Ini jauh lebih parah daripada dampak narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya). Maka, perlu yurisprudensi agar pemalsu vaksin diseret ke pengadilan dengan dakwaan yang sama dengan penyalur narkoba.

Bareskrim Polri mengungkap jaringan sebagai produsen, distributor, dan pembuat/pencetak label dan logo vaksin palsu yang dimotori oleh pasutri, yang disebut-sebut religius, yaitu Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustin, yang sudah menjangakau wilayah Nusantara. Sedangkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan ada 12 jenis vaksin yang dipalsukan yaitu: 1. Vaksin Engerix B, 2. Vaksin Pediacel, 3. Vaksin Euvax B, 4. Vaksin Tripacel, 5. Tyberculin PPDRT 23, 6. Vaksin Penta-Bio, 7. Vaksin TT (tetanus), 8. Vaksin Campak, 9. Vaksin Hepatitis B, 10. Vaksin Polio bOPV (polio), 11. Vaksin BCG, dan 12. Vaksin Harvix (detiknews, 27/6-2016).

Pembuatan dan peredaran 12 jenis vaksin itu sudah terjadi sejak tahun 2003. Itu artinya sudah 12 tahun. Jumlah bayi dan anak-anak yang menerima 12 jenis vaksin itu bisa berjumlah puluhan ribu, bahkan ratusan ribu.

Maka, ratusan ribu bayi dan anak-anak itu amat rentan terhadap berbagai penyakit karena vaksi yang disuntikkan atau diminum bayi dan anak-anak itu palsu sehingga tidak ada kekebalan pada tubuh mereka untuk menghalau penyakit-penyakit tsb.

Bandingkan dengan narkoba. Penyalahguna narkoba dalam tahap atau tingkatan apa pun bisa ditolong dengan detoksifikasi dan pengobatan medis lain. Sedangkan bayi dan anak-anak yang menerima vaksin palsu tidak bisa ditolong karena sudah mati atau cacat karena penyakit-penyakit yang tidak ada sistem kekebalan pada tubuh mereka.

Agaknya, sia-sia sudah usaha pemerintah selama ini dalam program immunisasi nasional, bahkan WHO sudah mengakui keberhasilan Indonesia mengatasi beberapa jenis penyakit dengan program immunisasi tsb., al. polio dan tetanus.

Ada dugaan kasus vaksin palsu produk pasutri di Bekasi, Jabar, itu hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus yang sama tapi tidak terungkap yang dikenal sebagai ‘fenomena gunung es’. Kasus di Bekasi digambarkan sebagai puncak gunung es yang mencuat ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus pemalsuan vaksin yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahah gunung es di basah permukaan air laut.

Maka, bisa ratusan ribu bahkan jutaan bayi dan anak-anak yang jadi korban vaksin palsu. Kemenkes RI dengan dukungan dinas-dinas kesehatan di provinsi, kabupaten dan kota didesak untuk melakukan penelusuran terhadap bayi dan anak-anak yang menderita penyakit-penyakit yang terjadi karena tidak divaksinasi. Perlu juga diteliti kematian bayi dan anak-anak yang terkait dengan penyakit-penyakit yang ada vaksinnya pada rentang waktu tahun 2003 – 2016.

Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah UU tidak mensyaratkan ada kontrol terhadap klinik dan rumah sakit secara berkala terkait dengan vaksinasi?

Kalau tidak ada, maka itu merupakan kelalaian besar yang menghacurkan hak-hak dasar bayi anak-anak Indonesia karena mereka tidak mendapatkan vaksinasi yang benar. Dalam kaitan ini pemerintah, dalam hal ini Kemenkes, merupakan pihak yang bertanggung jawab secara hukum terkait dengan perbuatan melawan hukum dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap bayi dan anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun