Maka, Pak Luhut rupanya tidak mengikuti perkembangan pola pikir sebagian besar pola penanggulangan HIV/AIDS yang sama sekali tidak beranjak dari sisuati di awal epidemi (1987).
Terkait dengan HIV/AIDS di Merauke ada penyangkalan yang sangat kuat yang mengabaikan perilaku seks sebagian laki-laki di sana dengan menyalahkan nelayan Thailand sebagai penyebar HIV/AIDS. Belakangan ‘kambing hitam’ tertuju kepada pekerja seks komersial (PSK).
Adalah hal yang mustahil HIV sebagai virus disebarkan oleh nelayan Thailand ke penduduk Merauke karena penularan HIV al. melalui hubungan seksual tanpa kondom. Maka, yang jadi pertanyaan adalah: Bagaimana virus HIV pada nelayan Thailand pindah ke penduduk Merauke?
Di salah satu sesi pada Kongres AIDS Internasional Asia dan Pasifik (ICAAP) IV di Manila, Filipina (1997), Hadi M. Abednego, waktu itu Dirjen PPM & PLP Depkes, diprotes oleh aktivis AIDS Thailand karena menuding nelayan Thailandlah yang menyebarkan HIV/AIDS di Merauke. “Apakah penduduk Merauke tidak ada yang keluar daerah dan melakukan hubungan seksual berisiko?” sergah gadis aktivis itu.
Di bagian lain Luhut meminta para petinggi TNI AD, AL dan kepolisian, serta bupati dan tokoh agama setempat untuk bersama-sama masyarakat membendung penyebaran HIV/AIDS dan narkoba.
Narkoba tidak bisa dibendung karena diperlukan juga untuk medis, seperti obat anestesi pada pasien yang menjalani bedah. Yang bisa dibendung adalah penyalahgunaan narkoba.
Sedangkan HIV/AIDS sama sekali tidak bisa dibendung karena virus ada di dalam tubuh orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. Yang bisa dilakukan adalah mengajak laki-laki dewasa penduduk Merauke agar tidak melakukan perilaku berisiko di Merauke atau di luar Merauke, yaitu:
(a) Tidak melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti, dan
(b) Tidak melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), baik PSK langsung maupun PSK tidak langsung.
(1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.
(2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.