Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Di Kudus, Penanggulangan AIDS Abaikan Laki-laki ‘Hidung Belang’ sebagai Penyebar HIV/AIDS

7 Juni 2016   22:01 Diperbarui: 7 Juni 2016   22:09 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Selanjutnya, perlu ada perhatian terhadap populasi kunci, yakni keberadaan kaum LSL atau lelaki suka lelaki, waria, wanita pekerja seks. Bentuk perhatiannya tentunya penanganan apakah ada yang terkena HIV-AIDS.” Ini pernyataan dalam berita “Perlu Ada Kesinambungan dalam Penanganan HIV-AIDS” di suaramerdeka.com (6/6-2016). 

Hal di atas terjadi di Kab Kudus, Jawa Tengah. Jumlah temuan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, dari tahun 2013 hingga September 2015 tercatat mencapai 242 kasus dan 55 penderita di antaranya meninggal dunia (news.okezone.com, 1/12-2015).

Langkah penanggulangan yang disebutkan di atas merupakan bagian upaya di hilir. Artinya, sudah terjadi penularan dari masyarakat ke populasi kunci dan dari populasi kunci ke masyarakat. Itu sama saja dengan melakukan pembiaran sehingga ada warga yang menularkan HIV/AIDS dan ada pula yang tertular HIV/AIDS.

(1) Ada laki-laki dewasa yang menularkan HIV/AIDS ke salah satu atau beberapa orang di komunitas populasi kunci karena tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual. Laki-laki ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pelaku poligami, pacar, selingkuhan, PIL (Pria Idaman Lain), dll.

(2) Ada laki-laki dewasa yang tertular HIV/AIDS dari salah satu atau beberapa orang di komunitas populasi kunci karena tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual. Laki-laki ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pelaku poligami, pacar, selingkuhan, PIL (Pria Idaman Lain), dll.

Laki-laki pada poin (1) dan (2) menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.

Nah, yang jadi persoalan besar dalam penyebaran HIV/AIDS bukan populasi kunci, tapi laki-laki pada poin (1) dan (2).

Maka, untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS adalah diperlukan program yang konkret yaitu ‘program wajib kondom’ bagi laki-laki (‘hidung belang’) berupa intervensi agar laki-laki tsb. selalu memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan populasi kunci.

Sayangnya, intervensi ‘program wajib kondom’ hanya bisa dijalankan dengan efektif jika praktek pekerja seks komersial (PSK) dilokalisir yaitu terhadap PSK langsung, sedangkan terhadap PSK tidak langsung program itu tidak bisa dijalankan.

(1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.

(2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.

Dalam berita pihak Dinas Kesehatan Kab Kudus mengatakan: ada tiga rencana tindakan pengendalian HIV-AIDS. Pertama menurunkan hingga mengeliminasi infeksi HIV baru, kedua menurunkan hingga mengeliminasi kematian terkait HIV-AIDS, dan ketiga menurunkan stigma dan diskrimansi orang hidup dengan HIV- AIDS (odha).

Rencana pertama yaitu ‘menurunkan hingga mengeliminasi infeksi HIV baru’ adalah mustahil dijalankan di Kab Kudus jika PSK tidak dilokalisir dan tidak ada intervensi ‘program wajib kondom’ bagi laki-laki ‘hidung belang’ yang ngeseks dengan populasi kunci. Rencana ini hanya utopia bagaikan punguk rindukan bulan.

Rencana kedua yaitu ‘menurunkan hingga mengeliminasi kematian terkait HIV-AIDS’ juga hanya angan-angan karena tidak ada program yang konkret untuk mendeteksi warga yang sudah mengidap HIV/AIDS. Selama ini kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada pasien di rumah sakit dan pada perempuan hamil. Itu artinya Dinkes hanya menunggu, pada saat yang sama penyebaran HIV di masyarakat terus terjadi.

Rencana ketiga yaitu ‘menurunkan stigma dan diskrimansi orang hidup dengan HIV- AIDS (odha)’ ini juga hanya ‘pepesan kosong’ karena fakta menunjukkan stigma dan diskriminasi justru terjadi di sarana kesehatan. Peraturan daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS juga mendorong mesyarakat melakukan stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang yang ketahuan mengidap HIV/AIDS.

Maka, jika Pemkab Kudus tidak menjalankan program penanggulan di hulu, al. terhadap laki-laki ‘hidung belang’ itu artinya insiden infeksi HIV baru terus terjadi. Dalam gambar intervensi adalah terhadap laki-laki yang ngeseks dengan populasi kunci agar tidak menularkan dan agar tidak tertular.

 Jika program tsb. tidak dijalankan, maka yang terjadi adalah penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Kondisi ini kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. *** [AIDS Watch Indonesia] ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun