Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menteri Yohana Salahkan Ortu Yn, Abaikan Tanggung Jawab Ortu 14 Begundal Pemerkosa dan Pembunuh Yn

1 Juni 2016   10:40 Diperbarui: 10 Juni 2016   16:32 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* Pernyataan menteri ini tak berempati dan tidak pula mempunyai sensivitas gender ....

"Dalam kasus Yn di Rejang Lebong, orangtua yang bersangkutan juga harus bertanggung jawab karena mereka memiliki kewajiban untuk menjaga anaknya." Ini pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) ,Yohana Susana Yembise, usai Rapat Kerja Gabungan di Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (30/5/2016) dalam berita “Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak, Orangtua Bisa Diberi Sanksi jika Dianggap Lalai.” (kompas.com, 30/5-2016).

Astaga, Bu Menteri ini mencla-mencle rupanya. Dulu dia katakan pelaku pemerkosa dan pembunuh Yn karena misa dan pornografi, eh, sekarang melah menyalahkan orangtua Yn yang sudah berduka (Lihat: Publikasi Motif Kejahatan di Media Massa Jadi Inspirasi: “Saya Memerkosa Karena Pengaruh Miras dan Pornografi, Bu M**t**i ....”).

Ada beberapa fakta yang diabaikan Menteri Yohana, yaitu:

Pertama, kejadian itu ada di ruang publik. Itu artinya aparat keamanan tidak memberikan jaminan bagi penduduk, dalam hal ini Yn.

Kedua, orang tua Yn tidak melakukan penelantaran. Buktinya Yn disekolahkan orangtuanya sempai ke jenjang SMP.

Ketiga, jalan itu dilalui banyak orang dan Yn sendiri sudah dua tahun setiap hari sepulang sekolah lewat jalan itu.

Paradigma yang dipakai Menteri Yohana tidak sensitif gender. Buktinya, Menteri Yohana meletakkan keselahan pada orang tua korban (baca: perempuan). Ini sama dengan cara berpikir sebagian orang yang tidak bisa menahan syahwat hanya melihat betis perempuan, sehingga mereka memaksa perempuan menutup betisnya dengan mewajibkan memakai rok sampai mata kaki. Ini terjadi di sekolah di Jakarta ketika dulu Kadis Pendidikan DKI mewajibkan siswi memakai rok sebatas mata kaki.

Rupanya, bagi Menteri Yohana tidak ada sedikit pun kesalahan pada 14 laki-laki pelaku pemerkosa dan pembunuh Yn. Itulah sebabnya menteri yang satu ini hanya menimpakan kesalahan dan sanksi pidana bagi orang tua Yn dan mengabaikan tanggung jawab orang tua 14 begundal.

Maka, cara berpikir menteri ini adalah partiarkat yaitu ‘mendewakan’ laki-laki dan menempatkan perempuan sebagai sub-ordinat laki-laki.

Di bagian lain Menteri PPA ini sesumbar lagi: “ .... dalam kasus Yn orangtuanya dinilai lalai menjaga keamanan Yn yang selama dua minggu terus-menerus berada di perkebunan yang sepi.”

Lalu, apa kerja aparat keamanan dan Bu Menteri PPA? Kalau orang tua Yn tidak ke ladang, apa makanan yang akan diberikan orang tua Yn kepada anak-anaknya, termasuk Yn, Menteri Yohana?

Keterpurukan dan kemiskinan sebagian penduduk di Indonesia, termasuk keluarga Yn, terjadi karena pembagunan yang timpang. Korupsi yang merajalela. Pembagian bantuan yang tidak adil, dst.

Rupanya, Menteri Yohana meneropong dari ‘menara gading’ dengan memakai tolok ukur kemampuan ibu-ibu di kota besar dan di jajaran kementeriannya dengan keluarga Yn sehingga menteri ini sampai pada kesimpulan: orang tua Yn lalai karena memilih ke hutan daripada melindungi anak-anaknya.

Menteri Yohana terus menyerang orang tua Yn dan mengabaikan tugasnya sebagai pelindung perempuan dan anak: "Sehingga jika terbukti orangtuanya ternyata lalai menjaga keselamatan Yn, sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak, orangtua bisa dikenakan hukuman kurungan penjara selama 3,5 tahun dan denda dengan sejumlah uang, saya enggak hapal.”

Apa yang dimaksud Menteri Yohana lalai dalam kasus Yn?

Lalu, di mana tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong dan aparat keamanan yang tidak bisa menjaga keselamatan warga?

Dalam KBBI lalai atau lengah disebut sebagai: kurang hati-hati; tidak mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dsb). Orang tua Yn tidak melepaskan kewajiban sebagai orang tua. Buktinya, mereka memilih ke hutan untuk mencari bekal hidup dan menyekolahkan anak-anaknya.

Kalau saja Menteri Yohanya membuka mata hati, banyak orang tua yang menelantarkan anak jadi pengamen, pengemis, dll. Tapi, kok Bu Menteri ini hanya menyerang orang tua Yn?

Sebagai menteri yang membidangi pemberdayaan anak dan perempuan, muncullah pernyataan ini: Karena itu Yohana berencana meningkatkan peranan orangtua dalam perlindungan anak, khususnya dari kekerasan seksual.

Bagaimana orang tua bisa berperan melindungi anak-anaknya agar tidak jadi korban kejahatan seksual kalau kejahatan seksual terjadi di ruang publik bahkan di sekolah? Yang dituntut berperan adalah pemerintah daerah dan jajarannya, terutama aparat keamaman bukan orang-orang tua.

Kalau semua ditimpakan ke orang tua untuk apa ada organisasi pemerintahan dan keamanan. Atau, kelak Menteri Yohana mewajibkan orang-orang tua mengepit anak-anaknya di ketek agar tidak jadi korban kejahatan seksual. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun