Dalam dunia investasi dikenal istilah “High Risk, High Return” (Risiko Tinggi, Hasil Besar). Kalau memilih investasi dengan harapan hasil besar, tapi tidur tidak nyenyak, bekerja tidak fokus, dll. itu artinya pilihan rencana keuangan tidak tepat.
Jika memilih yang aman tapi dengan hasil yang tidak besar, maka pilihannya adalah tabungan atau deposito di bank. Tapi, ada yang perlu diingat adalah bank yang dipilih masuk dalam jaringanLPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Logo LPS ada di setiap bank yang sudah masuk jaringan LPS. Yang dijamin LPS adalah tabungan, deposito dan sertifikat deposito, serta giro.
LPS adalah badan yang dibentuk berdasarkan UU No 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang diubah dengan UU No 7 Tahun 2009. LPS mulai bekerja secara efektif sejak tanggal 22 September 2005. LPS menjamin simpanan di 118 bank umum yaitu bank pemerintah (BUMN), bank swasta dan bank syariah, serta 1.805 BPR (Bank Perkreditan Rakyat). LPS sudah membayar klaim jaminan sebesar Rp 771 miliar untuk likuidasi 64 BPR dan 1 bank umum.
Tapi, perlu juga diperhatikan bahwa dana tabungan atau deposito yang ditanggung oleh LPS sejak 13 Oktober 2008 adalah maksimum Rp 2 miliar. Jika tabungan atau deposito lebih dari Rp 2 miliar, maka sisanya akan dibayarkan oleh bank setelah proses likuidasi. Modal LPS adalah gabungan dari modal setor pemerintah Rp 4 triliun, kontribusi dari bank peserta, premi dari bank peserta sebesar 0,2 persen per tahun dari dana rata-rata pihak ketiga di bank, serta hasil penembangan akumulasi premi.
Maka, jika si A mempunyai tabungan di Bank X Rp 2 miliar, di Bang Y Rp 3 miliar dan di Bank Z Rp 7 miliar, jika terjadi sesuatu yang membuat tiga bank itu berhenti beroperasi pada waktu yang bersamaan, maka yang dibayar oleh LPS adalah tabungan di Bank X. Sedangkan tabungan di bank lain akan dibayar oleh bank ybs. setelah proses likuidasi selesai. Pembayaran klaim oleh LPS paling lambat 90 hari setelah izin usaha bank dicabut dan lolos verifikasi dan dinyatakan layak bayar.
Syarat simpanan di bank yang dijamin LPS, dikenal dengan 3T, yaitu:
1. Tercatat dalam pembukuan bank
2. Tingkat bunga simpanan tidak melebihi bunga yang ditentukan LPS
3. Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank (misalnya, punya kredit macet di bank tsb.).
“Perlu diperhatikan faktor-faktor yang menjadi kriteria dana yang didukung jaminan LPS,” kata Samsu Adi Nugroho, Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan, pada acara Kompasiana Nangkring bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertema “Merencanakan Keuangan yang Baik untuk Masa Depan” (Jakarta, 29 April 2016). Soalnya, kalau salah satu dari kriteria tidak terpenuhi, maka dana yang diklaim tidak akan dibayarkan oleh LPS.
Hal yang perlu diperhatikan, menurut Samsu adalah T yang pertama yaitu tercatat dalam pembukuan bank. “Usahakan setiap transaksi tercatat di buku tabungan,” ujar Samsu. Soalnya, kalau izin usaha bank dicabut yang diverifii kasi LPS adalah catatan di buku tabungan. “Wah, saya paling masing nge-print buku tabungan,” kata seorang kompasianer. Dia baru sadar bahwa hal itu berisiko.
Soal risiko jadi pertimbangan banyak orang sehingga mereka memilih investasi pada barang tidak bergerak, seperti tanah, rumah dan emas. Dalam keseharian tabungan, deposito dan emas merupakan piliha karena mudah diambil.
Tapi, satu hal yang tidak dipikirkan adalah tabungan dan deposito akan ‘termakan’ inflasi. Uang dengan nilai nominal Rp 100.000 sekarang tentu nilainya akan berbeda lima atau sepuluh tahun yang akan datang. “Inflasi adalah musuh yang tidak nyata,” kata Satrio Wicaksono, Assistant Financial Planner Tatadana, mengingatkan.
Dalam mengelola keuangan Satrio mengingatkan agar memperhatikan pola belanja. Secara teoritis jika memakai siste kredit, maka besaran utang tidak boleh lebih dari sepertiga gaji atau upah tetap. Tapi, utang untuk cicilan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) tidak termasuk pola belanja yang konsumtif karena kelak rumah yang dicicil itu akan menjadi aset.
Agar dana yang diterima efektif, maka perlu dibuat pola pengeluaran yaitu untuk tabungan 10 persen, keperluan rumah tanggal 40 persen, cicilan dan hutang 30 persen, serta untuk pribadi 20 persen. Satrio juga mengingatkan agar ada dana darurat yang tersedia yaitu 3 kali pengeluaran bulanan rutin. Jika ada istri dan anak-anak, maka dana darurat minimal 12 kali pengeluaran bulanan.
Karena hasil tabungan dan deposito akan berhadapan dengan inflasi, Satrio menawarkan investasi lain dengan hasil yang lebih besar. Memang, investasi dengan hasil yang lebih besar tapi dengan tingkat risiko yang besar pula, seperti saham. Keuntungannya jauh di atas bunga tabungan dan deposito, tapi “Tidak ada jaminan,” ujar Satrio.
Tentu saja bagi sebagian orang untung yang diharapkan besar akan mengalahka risiko yang besar yang akan dihadapi. Tapi, bagi yang lain memikirkan risiko yang besar bisa bikin tidur tidak nyenyak dan pikiran kacau walaupun ada harapan dapat untung yang lebih besar. Satrio kembali mengingatkan, “Pilihlah cara yang aman dan bisa tidur nyenyak.” ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H