Sedangkan paedofilia adalah laki-laki dewasa yang tertarik secara seksual kepada anak-anak, laki-laki dan perempuan, umur 7-12 tahun. Laki-laki paedofilia tidak melakukan kekerasan, tapi melalui cara-cara yang ‘alamiah’, seperti menjadikan anak-anak yang mereka ‘minati’ sebagai anak asuh, anak angkat, keponakan angkat, istri, dll. Bisa saja pelaku tidak semerta melalukan hubungan seksual terhadap anak-anak itu. Catatanpenulis menunjukkan asus paedofilia yang ditangani polisi sampai Mei 2016mencapai 51 (berdasarkan berita di media massa dan media online  nasional).
Keempat, Perppu juga tidak mencakup cougar yaitu perempan dewasa yang memaksa anak-anak remaja melakukan hubungan seksual. Kasus ini sudah ada terjadi di Bengkulu ketika seorang ibu rumah tangga berumur 38 tahun memaksa delapan remaja bersetubuh dengan dia (news.okezone.com, 18/4-2013). Jaksa menyebtukan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan persetubuhan terhadap anak yang masih di bawah umur sebagaimana diatur pada Pasal 81 ayat 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. Hakim PN Bengkulu kemudian memutuskan hukuman 8 tahun penjara (merdeka.com, 2/12-2013).
Kelima, pemasangan chip yang memancarkan sinyal pada laki-laki bukan pada laki-laki pelaku paedofilia, tapi pada laki-laki pelaku sodomi. Masalahnya, adalah: (a) bagaimana membedakan sinyal yang dikirim chip ketika pelaku melakukan hubungan seksual dengan pasangannya atau dengan PSK dan dengan anak-anak, (b) bagaimana kalau pelaku berada di satu tempat yang melewati batas kemampuan chip memancarkan sinyal, dan (c) bagaimana membedakan sinyal yang dipancarkan chip kalau ternyata korban yang mendatangi pelaku.
Keenam, Perppu juga tidak memikirkan korban perkosaan jika hamil. Adalah hal yang mustahil seorang pemerkosa yang dipaksa menikahi korbannya akan berlaku sebagai suami. Bagi korban pernikahan itu bagaikan neraka. Fatwa MUI memberikan opsi (pilihan) bagi korban perkosaan untuk menghentikan kehamilan dengan catatan usia kehamilan di bawah 40 hari.
Ketujuh, perlu juga diperhatikan incest yaitu hubungan seksual antar saudara, seperti ayah ke anak, atau antar saudara. Karena dianggap masalah dalam rumah tangga, maka incest sering diselesaikan secara kekeluargaan. Cara ini boleh-boleh saja, tapi perlu diperhatikan dampak buruk terhadap korban.
Hal lain yang jadi pertimbangan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual adalah jika mereka di bawah pengaruh minuman beralkohol dan narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya), maka hal ini jadi yang memberatkan. Berkaca ke Amerika Serikat jika seseorang tertangkap mengemudi kendaraan bermotor di jalan raya dengan kondisi kadar alkhol pada ybs. di atas ambang batas yang diizinkan, maka ybs. dikategorikan sebagai percobaan pembunuhan. Jika terjadi kecelakaan dan ada korban mati, maka hal itu dikategorikan sebagai pembunuhan berencana. Sedangkan kalau korban cedera maka diketegorikan sebagai percobaan pembunuhan.
Hukuman maksimal dengan hukum positif menjadi pilihan utama bagi pelaku kejahatan seksual karena tidak ada sumber hukum lain yang memberikan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual secara eksplisit. ***
Ilustrasi (Sumber: blackdiamonddc.wordpress.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H