Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Natuna “Dalam Bahaya”, Tiongkok Tantang Dunia Terkait Laut Tiongkok Selatan

10 Mei 2016   04:47 Diperbarui: 10 Mei 2016   11:44 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Klaim Tiongkok atas ‘kedaulatan’ negara ‘Tirai Bambu’ itu di Laut Tiongkok Selatan sangat berlebihan karena melewati batas kontinen beberapa negara yang berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan (dalam gambar garis putus-putus warna merah). Ini tercermin pada judul berita “Beijing Menantang Dunia, Keluarkan Ancaman Keras Soal Laut China Selatan” (kompas.com, 8/5-2016).

Jika Tiongkok ngototmemakai garis merah sebagai batas landas kontinen negaranya, maka sebagai wilayah Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), akan tercaplok Tiongkok (yang ada tanda panah merah). Garis putus-putus merah itu dibuat oleh Tiongkok berdasarkan sembilan titik yang mereka sebut dash line.

Begitu juga dengan Kepulauan Spratly akan masuk ke wilayah Tiongkok jika memakai garis merah yang diklaim oleh Tiongkok sebagai batas wilayah negaranya. Ini merupakan benturan frontal dengan Filipina karena berdasarkan UNCLOSS yaitu Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) dengan jarak 200 mil laut dari batas pasang surut Kepulauan Spratly jelas masuk wilayah ZEE Filipina (garis putus-putus biru).

Keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, terkait dengan perselisihan Tiongkok dengan tuntutan Filipina atas Kepulauan Spratly pun tidak akan diakui oleh Beijing. Seorang diplomat China mengatakan, “Beijing tidak akan mengakui keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag” (kompas.com, 8/5-2016).

Pengadilan Arbitrasi Internasional dikabarkan pekan ini akan mengeluarkan keputusan terkait dengan tuntutan Filipina. Kondisi inilah yang membuat Tiongkok berang dan melakukan manuver politik yang tidak etis dan diplomatis yaitu menantang dunia terkait dengan Laut Tiongkok Selatan.

Sebagian wilayah Kepulauan Paracel juga ada di wilayah ZEE Vietnam, sedangkan sebagian wilayah Kepulauan Spratly ada di zona ‘tak bertuan’. Tidak jelas dasar atau pijakan yang dipakai Tiongkok dalam menentuk batas landas kontinen negaranya di Laut Tiongkok Selatan (garis putus-putus merah).

Soalnya, Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) tahun 1982 menentapkan batas negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut Tiongkok Selatan dengan garis putus-putus biru.

Klaim Tiongkok itu sangat merugikan Malaysia, di wilayah Sabah dan Kinabalu, serta Brunei Darussalam karena garis putus-putus merah itu menyerempet ‘bibir’ pantai dua negara itu. Hanya saja dua negara ini tidak begitu gencar berkomentar mungkin karena tidak ada pulau yang masuk klaim Tiongkok.

Berbeda dengan Indonesia klaim Tiongkok itu akan mencaplok sebagian wilayah Natuna yang merupakan kawasan tertular Indonesia di Laut Tiongkok Selatan. Posisi Kepulauan Natuna sangat penting bagi Indonesia dalam berbagai aspek, seperti pertahanan dan keamanan serta ekonomi. (Jangan Sampai Natuna Lepas dari Pangkuan Ibu Pertiwi)

Celakanya, wilayah udara Natuna dan sekitarnya disebut Flight Information Region (FIR) yang juga mencakup wilayah Batam, dan Tanjungpinang sejak tahun 1946 dikendalikan oleh Singapura. Akibatnya, kapal terbang milik maskapai milik pemerintah dan swasta nasional Indoensia dengan register PK (Pesawat Kebangsaan) pun harus minta izin ke otoritas ATC (air traffic control) Indonesia juga harus minta clearance ke otoritas FIR Singapura. Presiden Joko Widodo sudah berjanji akan segara mengembalikan kedaulatan udara Natuna ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Presiden Joko Widodo sendiri sudah mengeluarkan pernyataan ini: "Sembilan titik garis yang selama ini diklaim Tingkok dan menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apa pun." (gentaloka.com, 21/11-2015). Jokowi benar karena garis putus-putus merah yang dibuat Tiongkok itu sudah memasuki ZEE Indonesia yang sudah diakui PBB melalui UNCLOS yaitu 200 mil laut dari batas pasang surut.

 “Gertakan” Tiongkok itu tidak bisa kita anggap remeh karena klaim Tiongkok itu jelas mencaplok wilayah Natuna. Kita sudah kalah ketika Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, dulu masuk wilayah Kalimantan Timur, lepas ke Malaysia karena kita kalah diplomasi dan keok di sidang International Court of Justice atau Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, tahun 2002.

Memang, Pemerintah China pada Senin (21/3/2016), mengakui wiilayah perairan Natuna milik Indonesia. Pengakuan itu muncul setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno LP Marsudi memprotes keras tindakan kapal nelayan China yang masuk Natuna untuk mencuri ikan (international.sindonews.com, 21/3-2016). Tapi, klaim Tiongkok dengan garis putus-putus merah itu belum sepenuhnya aman karena manuver Tiongkok, al. mengeluarkan pernyataan dan mengerahkan armada tempur ke Kepulauan Spratly, yang terus mengusik kedaulatan negara-negara yang berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan.

Adalah lebih arif Indonesia tidak perlu ikut campur dalam sengketa Tiongkok dengan beberapa negara terkait klaim Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan. Indonesia memusatkan upaya melalui diplomasi untuk menyelesaikan batas landas kontinen ZEE dengan Malaysia dan Vietnam yang tumpang-tindih.

Salah satu langkah adalah dengan meningkatkan pembangunan di Natuna agar masyarakat merasakan pembangunan yang selama ini hanya terpusat di Pulau Jawa. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun