Tapi, sejak dibantu oleh orang-orang yang bisa melawan ‘ilmu hitam’ saya selalu merendan kemeja, CD, sapu tangan, kaos kaki dan celana jika akan dicuci. Ini dimaksudkan agar di benda-benda itu tidak ada lagi tertinggal bekas keringat dan bau badan. Keringat dan bau badan menjadi ‘penunjuk jalan’ bagi makhluk halus yang ‘dikirim’ oleh dukun santet dengan memakai mantera dan ramuan-ramuan serta sesajen.
Memang, beberapa hari sebelum saya tinggalkan rumah ada cacing merah merayap di dinding. Tentu saja tidak masuk akal cacing bisa merayat di dinding keramik. Cacing itu dibunuh dengan garam atau dibakar. Ini salah satu ‘antene radar’ bagi dukun yang akan mengirimkan santet.
Keras berisi catatan itu jadi penting karena setiap hari selalu bersentuhan dengan tangan saya. Itu artinya ada yang bisa dijadikan dukun sebagai ‘kompas’ bagi makhluk halus yang akan dikirim membawa ‘penyakit’ ke rumah atau badan saya.
Sebagian orang menganggap santet dan teluh adalah khayalan. Ya, boleh-boleh saja. Mohonlah tidak mengejek. Cukup bersyukur ke YMK karena tidak percaya kepada santet. Tapi, fakta menunjukkan ada orang yang selama ini sesumbar tidak percaya ketika kena santet baru kelabakan.
Celakanya, banyak orang kena santet jadi korban ‘dukun’ dengan meminta uang, disebut mahar. Padahal, kalau orang yang benar-benar membantu, seperti Pak Ajie dan Bu Haji, dua-duanya di Banten, yang membantu saya sejak tahun 2001, sama sekali tidak meminta mahar kecuali dibutuhkan alat bantu, seperti minyak yang diimpor dari Turki karena kayu sumber minyak itu hanya ada di sana. Kayu disuling untuk mendapatkan minyak yang sangat disukai makhluk-makhluk yang dijadikan dukun santet sebagai ‘kurir’.
Saya adalah korban pesugihan yang bersama putri saya dijadikan tumbal atau wadal bagi kelangsungan pesugihan. Yang memelihara pesugihan itu harus menyediakan 17 tumbal sudah 8 yang dikorbankan mulai dari adik, menantu, anak, dll. Dalam ‘daftar’ tumbal putri saya nomor 9 saya nomor 10.
Tapi, berkat izin YMK dengan bantuan Bu Haji da Pak Ajie yang jadi ‘tumbal’ justru yang pelihara pesugihan itu dan saudaranya. Nah, inilah yang menjadi latar belakang serangan santet ke saya sekarang, sebagai bagian dari belas dendam dan mempertahankan pesugihan dia yang memakai ‘nyupang’. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H