Mengaitkan penularan HIV dengan norma, moral, dan agama juga mendorong penyangkalan terkait dengan perilaku berisiko pada sebagian orang yang tertular HIV melalui hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom dengan pasangan yang berganti-ganti (di dalam dan di luar nikah) dan dengan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), yaitu PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Selama ada penyangkalan terhadap perilaku seks berisiko, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi karena insiden infeksi HIV baru melalui hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung juga terus terjadi.
(1) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.
(2) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.
Dalam kaitan ini pemerintah tidak bisa berbuat banyak karena praktek PSK langsung tidak lagi dilokalisir. Akibatnya, praktek PSK langsung terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu sehingga intervensi berupa memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali ngeseks dengan PSK tidak bisa dilakukan.
Itu artinya insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa al. melalui hubungan seksual dengan PSK terus-menerus terjadi yang pada gilirannya mereka yang tertular jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat. Yang terjadi kelak adalah ‘ledakan AIDS’. *** [AIDS Watch Indonesia] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H