Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Di Timika, Penyebar AIDS adalah Laki-laki ‘Hidung Belang’, Bukan PSK dan LGBT

15 April 2016   10:38 Diperbarui: 15 April 2016   18:46 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber: harianindo.com"][/caption]*Dinas Kesehatan (Dinkes) Mimika, Dinkes Papua, dan DERAP Project menyebutkan penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian....

HIV/AIDS Menyebar dari Pekerja Seks, LGBT, Hingga Anak SMP. Ini judul berita di indopos.co.id (12/4-2016). Inilah salah satu bentuk penyangkalan yang akhirnya membutakan akal sehat karena pekerja seks, LGBT dan anak SMP bukan mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.

Data Dinas Kesehatan Provinsi Papua, per 31 Desember 2014, jumlah kumulatif kasus  HIV/AiDS di Provinsi Papua mencapai 19.202 yang terdiri atas HIV 7.318 dan AIDS 11.884, sedangkan di Kab Mimika mencapai 2.321 yang terdiri atas HIV 2.189 dan AIDS 1.732 (arrahmah.com, 5/5-2015).

Pertama, pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung tidak berkeliling menawarkan jasa untuk melakukan hubungan seksual dengan imbalan uang. Yang mencari PSK justru laki-laki. Maka, jika ada laki-laki pengidap HIV/AIDS. Dia jadi mata rantai penyebar HIV/AIDS di masyarakat, antara lain melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

(PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain. PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.)

Kedua, LGT (Lesbian, Gay, dan Transgender) juga tidak berkeliling menawarkan jasa seks. Sampai sekarang belum ada laporan penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian. Gay melakukan hubungan seksual di komunitasnya. Begitu pula dengan transgender, dikenal sebagai waria, justru jadi langganan laki-laki heteroseksual yang beristri.

Dua fakta itu menunjukkan pemahaman yang sangat rendah pada sebagian besar warga di Indonesia terkait dengan penyebaran HIV/AIDS.

Secara faktual yang terjadi adalah: (a) Laki-laki pengidap HIV/AIDS menularkan HIV/AIDS ke PSK, selanjutnya (b) Laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari PSK menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat, antara lain melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Sedangkan biseksual jadi jembatan penyebaran HIV/AIDS dari komunitas LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki) ke masyarakat, terutama ke istri dan pasangan seks lain.

Selama penyangkalan menjadi bagian dari penanggulangan HIV/AIDS, maka selama itu pula penanggulangan HIV/AIDS tidak akan pernah efektif karena sasaran penanggulangan tidak menyentuh akar persoalan.

Persoalan utama dalam penyebaran HIV/AIDS di masyarakat adalah:

  1. Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti,
  2. Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,
  3. Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hububungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, yaitu pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dll.)
  4. Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, yaitu PSK tidak langsung (cewek kafe, cewek pub, cewek disko, ‘ayam kampus’, ABG, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.)

Persoalan kian runyam karena pada angka (1), (2) dan (4) tidak bisa dilakukan intervensi penanggulangan karena perilaku itu terjadi tidak kasat mata. Bahkan, bisa disamarkan dengan menjadi aturan agama sebagai pembenaran hubungan seksual agar tidak dianggap zina.

Sedangkan pada angka (3) juga tidak bisa dilakukan intervensi penanggulangan karena tidak ada lagi praktek PSK langsung di lokasi atau lokalisasi pelacuran. Sejak reformasi daerah berlomba-lomba memakai aturan moral dan agama dalam menyikapi fenomena sosial sehingga tidak lagi memikirkan dampak buruk dari langkah yang diterapkan.

Dalam berita disebutkan: penularan HIV juga muncul dari penganut LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender) yang sangat lengkap di Timika. Hal ini ditemukan oleh KPA Mimika bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Mimika, Dinkes Papua, DERAP Project melalui pola pemetaan yang lebih spesifik dan lebih rinci, untuk melihat sebaran populasi kunci yang ada di Timika.

LGBT adalah yaitu Lesbian, Gay, Biseksual,dan Transgender adalah orientasi seksual. Bukan faham atau keyakinan.

Wah, Dinas Kesehatan (Dinkes) Mimika, Dinkes Papua, DERAP Project sangat hebat karena berasil menemukan kasus HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian. Ini bisa jadi isu dengan skala global karena sampai saat ini di dunia belum ada laporan penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko hubungan seksual pada lesbian.

Ada juga pernyataan dari Sekretaris KPA Mimika, Reynold Ubra, yang mengatakan, populasi kunci merupakan pemegang utama epidemik suatu wilayah di suatu Negara dan di suatu populasi.

Salah satu populasi kunci adalah PSK. Tapi, PSK bukan penyebar HIV/AIDS karena mereka hanya menunggu laki-laki ‘hidung belang’. Nah, apakah Dinkes Mimika dan KPA Mimika mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden penularan HIV baru dari PSK ke laki-laki ‘hidung belang’?

Tentu saja tidak ada.

Maka, pernyataan ini pun jadi rancu: hanya saja, menjadi tantangan buat program penanggulangan HIV terkait populasi kunci di Mimika, karena semua hanya terpaku pada lokalisasi di Kilometer 10, panti pijat, bar dan kafe.

Disebutkan “ .... karena semua hanya terpaku pada lokalisasi di Kilometer 10, panti pijat, bar dan kafe.” Ya, ini hal yang wajar karena PSK langsung dan PSK tidak langsung ada di tempat-tempat ini.

Pertanyaan untuk KPA Mimika adalah: Apa program konket yang dijalankan KPA Mimika  di lokalisasi di Kilometer 10, panti pijat, bar dan kafe di Timika untuk menurunkan insiden penularan HIV baru pada laki-laki yang berkunjung ke sana?

Sudah pasti tidak ada. Dalam Perda AIDS Mimika tidak ada cara yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK. (Perda AIDS Kab Mimika, Papua). 

Di bagian lain disebutkan: Sekda Mimika, Ausilius You, SPd MM, mengatakan perkembangan Mimika sangat cepat dan pesat, maka harus lebih bijaksana untuk mengatur, mengarahkan bahkan membina kelompok risiko tertular HIV dan penyakit kelamin lainnya. 

Laki-laki ‘hidung belang’ yang gemar melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung sama sekali tidak mempunyai kelompok atau komunitas. Yang bisa dilihat adalah jumlah laki-laki dewasa yang mengunjungi tempat pelacuran, seperti di Kilometer 10, panti pijat plus-plus, serta bar dan kafe yang menyediakan cewek yang bisa diajak melakukan hubungan seksual di tempat atau dibawa ke luar.

Maka, yang bisa dilakukan adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru yaitu intervensi langsung berupa program ‘wajib memakai kondom’ bagi laki-laki ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung di tempat pelacuran Kilometer 10 dan tempat-tempat lain yang menyediakan cewek dan tempat kencan.

Tanpa program yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Mimika kelak akan bermuara pada ‘ledakan (kasus) AIDS’.

***  [AIDS Watch Indonesia]

[caption caption="Sumber gambar: dph.georgia.gov"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun