Perilaku Berisiko
Mengawasi pekerja seks yang terdeteksi HIV positif tidak banyak manfaatnya. Yang lebih ‘berbahaya’ justru laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman dengan pekerja seks. Mereka berisiko tinggi tertular HIV. Jika ada laki-laki yang tertular HIV, dia akan menjadi mata rantai penyebaran HIV ke masyarakat. Dia akan menulariistrinya (horizontal). Jika istrinya tertular, ada pula risiko penularan dari-ibu-ke-bayi (vertikal), terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan ASI. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Surabaya umumnya terdeteksi di kalangan pekerja seks.
Jadi, ada risiko tertular HIV melalui hubungan seks yang tidak aman (tidak memakai kondom) dengan pekerja seks. Celakanya, banyak orang yang tidak menyadari dirinya tertular HIV karena tidak ada keluhan yang khas. Tidak ada pula gejala-gejala klinis yang khas HIV/AIDS. Gejala baru muncul jika sudah mencapai masa AIDS (5-10 tahun). Tapi,perlu diingat bahwa biarpun belum mencapai masa AIDS, seseorang yang HIV positif sudah dapat menularkan HIV melalui cara-cara yang sangat spesifik.
Sebagai virus, HIV hanya dapat menular melalui (1) hubungan seks yang tidak aman (tak memakai kondom) dengan pasangannya di dalam dan di luar nikah, (2) transfusi darah, (3) jarum suntik, dan (4) dari ibu yang HIV positif ke bayi yang dikandungnya pada saat persalinan dan menyusui dengan ASI.
Karena tidak ada gejala-gejala klinis yang terkait dengan HIV/AIDS, yang diperlukan ialah kesadaran setiap orang untuk menimbang-nimbang: Apakah dirinya berperilaku berisiko tinggi tertular HIV atau tidak. Jika jawabannya “ya”, orang tersebut berisiko tertular HIV.
Perilaku berisiko tinggi tertular HIV adalah (1) melakukan hubungan seks (sanggama) yang tidak aman (tidak memakai kondom) di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, (2) melakukan hubungan seks (sanggama) yang tidak aman (tidak memakai kondom) di dalam dan di luar nikah dengan seseorang yang suka berganti-gantipasangan, seperti pekerja seks, (3) menerima transfusi darah yang tidak diskrining, dan (4) memakai jarum suntik dan semprit secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian.
Materi KIE
Setiap orang dapat melindungi diri sendiri dengan aktif agar tidak tertular HIV, yaitu dengan menghindari perilaku berisiko. Tapi, hal itu tidak mudah karena selama ini informasi tentang HIV/AIDS tidak akurat. Materi KIE (komunikasi, informasi, edukasi) selalu dibalut dengan moral dan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapanyang salah) tentang HIV/AIDS. Misalnya, disebutkan HIV menular melalui zina, seks di luar nikah, ‘seks bebas’ (istilah ini rancu), seks menyimpang, pelacuran, dll.
Padahal, tidak ada hubungan langsung antara penularan HIV dengan zina, seks di luar nikah, seks menyimpang, atau pelacuran. HIV menular melalui hubungan seksual yang tidak aman jika salah satu dari pasangan itu HIV positif di dalam dan di luar nikah. Informasi yang menyesatkan itulah kemudian yang membuat masyarakat tidak waspada. Banyak yang merasa tidak akan tertular HIV karena mereka melakukan hubungan seks di luar lokalisasi. Ada pula yang merasa aman karena kencan dengan ‘anak sekolah’.
Kalau hubungan seksual yang tidak aman dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti, baik ‘anak sekolah’, ‘orang baik-baik’, dll, tetap berisiko tertular HIV. Soalnya, bisa saja di antara teman kencan tersebut ada yang HIV positif.
Ketika epidemi HIV sudah menjadi ancaman yang nyata terhadap kesehatan masyarakat, langkah yang perlu ditempuh adalah menggencarkan penyuluhan dengan materi KIE yang akurat. Salah satu informasi yang perlu disampaikan kepada masyarakat adalah perilaku-perilaku berisiko tinggi tertular HIV.