Dengan angka yang sangat besar itu sudah saatnya pemerintah menjalankan program penanggulangan yang komprehensif, yaitu:
(a) Menjalankan program di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual. Tapi, ini hanya bisa dijalankan terhadap PSK langsung yang kegiatannya dilokalisir. Ini hal yang mustahil karena pemerintah, melalui Mensos Khofifah Indar Parawansa, bahwa pada tahun 2019 Indonesia bebas lokalisasi pelacuran. Nah, itu artinya insiden infeksi HIV baru melalui kegiatan pelacuran akan terus terjadi yang akan menyebar ke masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
(b) Membuat peraturan, akan lebih efektif jika dalam bentuk UU, yang mewajibkan semua pasien yang berobat ke fasilitas kesehatan (faskes) milik pemerintah menjalani tes HIV dengan konseling. Ini dilakukan untuk menjaring penduduk yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi.
(c) Membuat peraturan, akan lebih efektif jika dalam bentuk UU, yang mewajibkan pasangan suami istri menjalani tes HIV dengan konseling ketika si istri sedang hamil. Jika perilaku seks suami berisiko tertular HIV, maka suami menjalani tes HIV jika positif istri pun ikut dites. Ini dilakukan untuk mendeteksi ibu-ibu hamil yang mengidap HIV/AIDS agar bisa dijalankan program pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Program (b) dan (c) ada di hilir, sedangkan program (a) ada di hulu. Tapi, program (a) tidak bisa dijalankan di Indonesia sehingga penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. *** [Syaiful W. Harahap-AIDS Watch Indonesia] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H