Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalijodo Membongkar Bangunan, Dolly dan Jarak (Hanya) 'Mengusir’ Pekerja Seks

17 Februari 2016   11:30 Diperbarui: 17 Februari 2016   11:54 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Data itu menunjukkan ada 466 ibu rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS di Jatim. Mereka tertular dari suaminya. Dalam kaitan ini suami-suami ibu rumah tangga itu tertular HIV dari pekerja seks langsung dan tidak langsung. Dengan melarang praktek pelacuran di Dolly, maka pekerja seks langsung pun tidak ada lagi, tapi mereka akan menjadi pekerja seks tidak langsung. Karena program penanggulangan tidak bisa melakukan intervensi, maka insiden penularan HIV baru di Kota Surabaya dan Jawa Timur akan terus terjadi. Kondisi ini membuat penyebaran HIV/AIDS di Kota Surabaya terus-menerus terjadi yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. Hal yang sama akan terjadi di Jakarta karena praktik pelacuran tidak lagi dilokalisir sehingga tidak bisa dijangkau untuk menjalankan program penggaulangan HIV/AIDS.

Sedangkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, selain melarang praktik pelacuran (de jure) juga membongkar bangunan yang dijadikan sebagai tempat melakukan hubungan seksual antara laki-laki ‘hidung belang’ dengan pekerja seks (de facto).

Pertanyaan Risma: "Kalau digusur, lalu mereka tinggal dimana. Lalu solusi ekonominya gimana.”

Ahok mengatakan bahwa penduduk di Kalijodo yang memegang KTP DKI akan ditampung di rumah susun. Lagi pula bangunan di Kalijodo itu ada di atas tanah negara, dalam hal ini jalur hijau. Penetapan jalur hijau bukan secara tiba-tiba karena penetapan jalur hijau berdasarkan rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW).

Lalu, ada pemukim yang mengatakan punya surat hak garap. Ada lagi yang mengatakan punya sertifikat. Maka, ini ranah hukum karena sudah terjadi pemanfaatkan tanah negara tanpa izin pemerintah.

Ada lagi penduduk yang mengatakan mereka tidak tahu kalau Kalijodo ditetapkan sebagai jalur hijau. Nah, RTRW itu kan diundangkan dengan demikian setiap warga negara sudah mengetahuinya. Lagi pula sebelum membeli rumah atau tanah bisa ditanya ke Dinas Tata Kota atau ke lurah dan camat.

Pengalaman penulis waktu hendak membeli rumah di Kelurahan Pisangan Timur, Jakarta Timur, pegawai di Dinas Kota di Kantor Walikota Jakarta Timur, membuka semua dokumen dan gambar yang menunjukkan letak tanah yang akan dibeli. “Aman, Pak. Silakan dibeli,” kata pegawai karena di buku itu jelas tanah yang akan dibeli ada di permukinan. Bahkan, gang sebelah utara rumah itu lebarnya 6 meter dengan batas rumah tsb. sehingga yang kena gusur adalah pekarangan sebuah SMPN bukan tanah yang akan saya beli. Begitu juga ketika hendak membeli rumah di Kel Rawamangun, Jakarta Timur. “Jangan dibeli, Pak,” kata Pak RT di sana karena rumah itu terletak di lahan yang dalam RTRW akan jadi jalan raya. Ada juga lahan yang masih terdaftar sebagai lahan milik univeristas negeri, “Susah ngurunya, Pak, karena harus ada surat persetujuan dari universitas tsb.,” kata Pak RT tadi sambil menunjukkan tumpukan map hampir 1 meter berisi permohonan ke sebuah universitas negeri.

Top-Down

Nah, Risma ‘kan tidak berhadapan dengan kasus gusur-menggusur karena bangunan di Dolly tetap kokoh berdiri. Yang dilakukan Risma hanya melarang praktek pelacuran di sana. Praktek pelacuran yang dilarang Risma adalah tidak boleh lagi ada ‘akuarium’ yang memajang pekerja seks dan di bangunan-bangunan di Dolly tidak boleh ada kamar atau ruangan yang disewakan sebagai tempat melakukan hubungan seksual.

Soal dukungan ekonomi: Apakah dengan bekal Rp 10 juta yang diberikan Pemkot Surabaya dan Kemensos benar-benar semua PSK yang dipulangka dari Dolly dan Jarak berhenti jadi pelacur dan bekerja dengan mengandalkan uang pemberian sebagai modal? Sayang, tidak ada evaluasi terkait dengan hal ini.

D era rezim Orba ada program melatih PSK dalam bisang jahit-menjahit dan tata rias. Ini pun kandas karena program tsb., seperti dikatakan oleh Prof Dr Hotman M. Siahaan, sosiolog di Unair Surabaya, top-down [Menyingkap (Kegagalan) Resosialisasi dan Rehabilitasi Pelacur(an)].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun