Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perdagangan Gelap Organ Tubuh Manusia: Si Kaya Menyambung Nyawa, Si Miskin Menyabung Nyawa

28 Januari 2016   12:38 Diperbarui: 28 Januari 2016   18:05 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* UU Donor Organ mengatur donor organ tubuh manusia agar tidak jadi komoditas ....

Kemajuan teknologi kedokteran akhirnya memungkinkan pencangkokan organ-organ tubuh manusa. Sebut saja jantung yang dimulai oleh seorang dokter di Afrika Selatan, Christiaan Neethling Barnard, pada tahun 1967. Teknologi kedokteran pun berkembang terus. Kornea mata, hati, ginjal, dll. sudah bisa dicangkok.

Di Indonesia pun cangkok organ tubuh berkembang pesat. Seperti Prof Dr RP Sidabutar yang berhasil mencangkok ginjal di di RS Cikini, Jakarta Pusat, awal tahun 1980-an. Tionkok dikenal sebagai ‘sorga’ bagi orang-orang yang mau mencangkok organ tubuh.

Orang Miskin

Persoalannya kemudian adalah organ-organ tubuh yang akan dicangkokkan harus diambil dari tubuh yang masih hidup, kecuali kornea mata. Donor organ tentulah akan menghadapi masalah kesehatan jika salah satu organnya diambil untuk dicangkokkan ke orang lain.

Akibatnya, perdagangan gelap dan pencurian organ tubuh manusia pun menjadi masalah dunia. Lihat saja berita ini: Bareskrim Bekuk Tiga Penjual Organ Tubuh Manusia (kompas.com, 27/1-2016). Keterangan dari Bareskrim Mabes Polri menyebutkan bahwa calon donor (ginjal) diiming-imingi uang antara Rp 70 – Rp 90 juta.

 

Sejauh ini tiga tersangka, Yana Priatna alias Amang, Dedi Supriadi bin Oman Rahman dan Kwok Herry Susanto alias Herry. Amang dan Dedi warga Bandung,  Herry warga Jakarta, mengaku sudah menjual 15 ginjal dengan harga Rp 300 juta/ginjal. Amang dapat bagian Rp 5 - Rp 7,5 dan Dedi Rp 10 - Rp 15 juta.

Celakanya, seperti dikatakan oleh Kepala Subdirektorat III Dittipidum Bareskrim Polri, Kombes (Pol) Umar Surya Fana, Amang dan Dedi adalah pencari korban dengan  sasaran orang yang hidup dalam kesulitan ekonomi. Itu artinya orang miskin.

Yang dikhawatirkan penangkapan ini erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Artinya, yang ditangkap ini hanya sebagian kecil dari pelaku perdagangan organ manusia di Indonesia, bisa juga mereka masuk jaringan internasional.

Di awal-awal transplantasi organ tubuh, seperti yang dijelaskan Sidabutar dalam satu wawancara dengan penulis, waktu itu di Tabloid “MUTIARA” Jakarta, ketika ada ekspose keberhasilan cangkok ginjal di RS Cikini, bahwa donor harus mempunyai ikatan keluarga dengan penerima organ. Menurut Sidabutar waktu itu langkah itu dia tetapkan selain untuk keperluan medis juga agar tidak terjadi jual-beli ginjal secara legal dan illegal.

Begitu juga dengan cangkok sumsum tulang belakang yang dilakukan di RS Tlogorejo, Semarang, Jawa Tengah, dokter yang menangani transplantasi mengatakan justru harus ada ikatan saudara (hubungan darah). Jika donor tidak ada ikatan saudara dengan penerima akan terjadi penolakan.

Tapi, bisa saja teknologi kedokteran berkembang pesat sehingga tidak diperlukan lagi donor yang ada hubungan darah sehingga donor dan penerima bisa saja berbeda suku, ras dan bangsa. Bahkan, kelak bisa juga organ hewan dicangkokkan ke manusia secara utuh.

Perdagangan gelap organ tubuh manusia sudah menjadi ladang bisnis yang menggiurkan karena harga organ tubuh tertentu yang sangat mahal. Itu artinya organ tubuh manusia sudah menjadi komoditas dunia.

Tingkat Donor

Maka, bisa saja terjadi untuk mendapatkan organ tubuh manusia dilakukan melalui tindakan kriminal, seperti penculikan dan pembunuhan. Bisa saja terjadi seseorang dicelakai, misalnya ditabrak, dibawa ke rumah sakit tapi identitas korban tadi sudah dihilangkan. Maka, dinyatakan sebagai mayat tak beridentitas sehingga terbuka kemungkinan organ-organ tubuh korban jadi ‘barang dagangan’.

Berbagai laporan menyebutkan ada pengambilan organ tubuh narapidana di penjara. BBC, misalnya, melaporkan perdagangan gelap organ manusia di Cina (12/8-2015). Dikabarkan ada 300.000 penduduk Cina yang membutuhkan cangkok organ. Ini akan memicu permintaan pasar, sedangkan tingkat donor di Cina adalah yang terendah di dunia - sekitar 0,6 donasi per satu juta penduduk, dibandingkan dengan 37 per satu juta penduduk di Spanyol.

Untuk itulah pemerintah perlu merancang UU yang mengatur transplantasi organ tubuh manusia di Indonesia.  Tentu syarat pertama adalah ada ikatan keluarga. Jika tidak ada maka perlu diatur dengan ketat agar tidak terjadi perdangangan organ tubuh manusia, misalnya, melalui satu badan resmi sehingga tidak jadi barang atau komoditas dagangan di pasar bebas.

Selain itu perlu juga diatur jaminan kesehatan dan kelangsungan hidup donor dan keluarganya. Soalnya, dengan mendonorkan organ-organ tubuh tentulah akan muncul masalah kesehatan.

Yang paling penting adalah proses donor harus transparan melalui lembaga atau badan independen yang dibentuk berdasarkan UU. Tentu saja perlu sanksi yang berat dan denda yang besar bagi pelaku perdagangan gelap organ tubuh manusia, terutama jika diperoleh dengan cara-cara yang melawan hukum.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun