Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

“Homo” Kena AIDS di Kab Banjar, Kalsel

27 Januari 2016   12:11 Diperbarui: 27 Januari 2016   12:57 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

* HIV/AIDS di Kalangan Laki-laki Gay Nyaris di Terminal Terakhir Penyebaran HIV

“Waspada! Enam Homo di Kabupaten Banjar Sudah Terkena HIV/AIDS.” Ini judul berita di banjarmasin.tribunnews.com (25/1- 2016). Kasus ini terjadi di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan pusat pemerintahan di Martapura.

Judul berita ini terkesan sensasional karena ada kata ‘homo’. Tapi, jika ditilik dari aspek epidemilogi HIV/AIDS judul ini ngawur bin ngaco.

Pertama, homo artinya manusia. Memang, yang tertular HIV itu manusia. Tapi, ‘homo’ dalam judul berita ini bermaksud menyebut homoseksual yatu salah satu orientasi seksual manusia.

Kedua, jika memang yang ‘homo’ yang dimaksud pada judul berita adalah homoseksual sebagai orientasi seksual lagi judul itu tidak benar karena homoseksual sebagai orietnasi seksual ada dua yaitu: gay (laki-laki) dan lesbian (perempuan).

Ketiga, sampai sekarang secara global belum ada laporan penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian. Maka, lagi-lagi judul itu ngawur karena tidak disebutkan bahwa enam homo yang tertular HIV itu gay.

Keempat, HIV/AIDS pada kalangan homoseksual, dalam hal ini laki-laki gay, nyaris ada di terminal terakhir karena beberapa hal, al. mereka tidak mempunyai pasangan tetap seperti layaknya suami-istri pada heteroseksual,  dan jumlah gay pada komunitas gay terbatas.

Kelima, sangat kecil kemungkinan ada jembatan dari komunitas gay ke populasi karena kontak seksual hanya antara mereka dalam kominitas.

Maka, bertolak dari lima fakta di atas amatlah gegabah wartawan atau redaktur yang membuat judul berita itu karena bukan realitas terkait dengan HIV/AIDS.

Yang menjadi persoalan besar di Indonesia adalah HIV/AIDS di kalangan heteroseksual dan biseksual karena laki-laki heteroseksual dan biseksual yang mengidap HIV/AIDS menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, al. kepada istri dan pasangan seksualnya yang lain.

Fakta menunjukkan kian banyak istri yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Sampai akhir tahun 2014, misalnya, sudah lebih 4.000-an ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Mereka tertular dari suaminya.

Sayang, berita tsb. sama sekali tidak memberikan gambaran tentang kasus HIV/AIDS pada suami dan istri di Kab Banjar karena berita di-setting sebagai sensasi dengan objek homo(seksual). Dalam berita hanya ada data tentang jumlah 40. Tapi, lagi-lagi tidak ada perincian terkait kasus ini, seperti jenis kelamin, umur, dan faktor risiko.

Di lead disebutkan: ”ADA fakta mengejutkan yang diperoleh Dinkes Kabupaten Banjar. Mereka menemukan adanya perilaku seks menyimpang yakni hubungan sesama laki-laki atau pria homoseksual.”

Dalam seks tidak ada yang menyimpang karena semua hubungan seksual merupakan pemenuhan kebutuhan biologis. Disebut menyimpang hanya dari aspek norma, moral, agama dan hukum (ini jika terkait dengan tindakan asusila). Celakanya, biar pun berzina, selingkuh, memerkosa, dll. merupakan perbuatan yang melawan norma, moral, agama dan hukum tapi tidak disebut sebgai perilaku seks menyimpang.

Kalau disimak dari aspek penularan HIV, maka tidak ada kaitan langsung antara ‘perilaku seks menyimpang’ dengan penularan HIV karena penularan HIV melalui hubungan seksual (bisa) terjadi jika salah satu pasangan, heteroseksual dan homoseksual, mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau salah satu tidak pakai kondom (kondisi saat terjadi hubungan seksual) bukan karena hubungan seksual dilakukan menyimpang, homoseksual, melacur, zina, selingkuh, seks anal, seks oral, dll. (sifat hubungan seksual).

Untuk mengetahui status HIV seseorang hanya perlu melakukan tes HIV tidak perlu melakukan pemeriksaan medis, seperti yang disebutkan di lead berita tsb. “Bahkan, saat dilakukan pemeriksaan medis terhadap 20 orang yang perilaku seksualnya menyimpang itu, enam di antaranya sudah terkena HIV/AIDS.”

Pertanyaan untuk KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Banjar adalah: Apakah di wilayah Kab Banjar ada praktik-praktik perziaan, al. pelacuran terbuka dan tertutup?

Jawaban KPA Banjar tentulah tidak ada. Ya, memang secara de jure di Indonesia tidak ada pelacuran yang dilokalisir,  tapi secara de facto praktek pelacuran terjadi setiap waktu di berbagai tempat.

Pertanyaan berikutnya: Apakah ada program penanggulangan berupa intervensi langsung berupa pemakian kondom pada laki-laki yang ngeseks dengan pekerja seks?

Ini, sih, jawabannya pasti tidak ada. Maka, jumlah kasus yang disebut 40 itu hanyalah sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakt karena insiden infeksi HIV baru terus terjadi melalui kegiatan pelacuran terbuka dan terselubuh. Pada saatnya nanti Pemkab Banjar tinggal memetik hasil ‘ledakan AIDS’. *** [Syaiful W. Harahap - AIDS Watch Indonesia] ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun