Sayang, berita tsb. sama sekali tidak memberikan gambaran tentang kasus HIV/AIDS pada suami dan istri di Kab Banjar karena berita di-setting sebagai sensasi dengan objek homo(seksual). Dalam berita hanya ada data tentang jumlah 40. Tapi, lagi-lagi tidak ada perincian terkait kasus ini, seperti jenis kelamin, umur, dan faktor risiko.
Di lead disebutkan: ”ADA fakta mengejutkan yang diperoleh Dinkes Kabupaten Banjar. Mereka menemukan adanya perilaku seks menyimpang yakni hubungan sesama laki-laki atau pria homoseksual.”
Dalam seks tidak ada yang menyimpang karena semua hubungan seksual merupakan pemenuhan kebutuhan biologis. Disebut menyimpang hanya dari aspek norma, moral, agama dan hukum (ini jika terkait dengan tindakan asusila). Celakanya, biar pun berzina, selingkuh, memerkosa, dll. merupakan perbuatan yang melawan norma, moral, agama dan hukum tapi tidak disebut sebgai perilaku seks menyimpang.
Kalau disimak dari aspek penularan HIV, maka tidak ada kaitan langsung antara ‘perilaku seks menyimpang’ dengan penularan HIV karena penularan HIV melalui hubungan seksual (bisa) terjadi jika salah satu pasangan, heteroseksual dan homoseksual, mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau salah satu tidak pakai kondom (kondisi saat terjadi hubungan seksual) bukan karena hubungan seksual dilakukan menyimpang, homoseksual, melacur, zina, selingkuh, seks anal, seks oral, dll. (sifat hubungan seksual).
Untuk mengetahui status HIV seseorang hanya perlu melakukan tes HIV tidak perlu melakukan pemeriksaan medis, seperti yang disebutkan di lead berita tsb. “Bahkan, saat dilakukan pemeriksaan medis terhadap 20 orang yang perilaku seksualnya menyimpang itu, enam di antaranya sudah terkena HIV/AIDS.”
Pertanyaan untuk KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Banjar adalah: Apakah di wilayah Kab Banjar ada praktik-praktik perziaan, al. pelacuran terbuka dan tertutup?
Jawaban KPA Banjar tentulah tidak ada. Ya, memang secara de jure di Indonesia tidak ada pelacuran yang dilokalisir, tapi secara de facto praktek pelacuran terjadi setiap waktu di berbagai tempat.
Pertanyaan berikutnya: Apakah ada program penanggulangan berupa intervensi langsung berupa pemakian kondom pada laki-laki yang ngeseks dengan pekerja seks?
Ini, sih, jawabannya pasti tidak ada. Maka, jumlah kasus yang disebut 40 itu hanyalah sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakt karena insiden infeksi HIV baru terus terjadi melalui kegiatan pelacuran terbuka dan terselubuh. Pada saatnya nanti Pemkab Banjar tinggal memetik hasil ‘ledakan AIDS’. *** [Syaiful W. Harahap - AIDS Watch Indonesia] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H