Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ternyata LGBT Dilarang ke Kampus Kalau “Bercinta dan Pamer Kemesraan” ....

25 Januari 2016   14:21 Diperbarui: 3 Februari 2016   16:25 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah menyampaikan pernyataan yang melarang kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masuk kampus (Antara News, 23/1-2015), Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M. Nasir, kemudian memperjelas larangannya yang dikutip detiknews melalui kicauan Nasir di Twitter: bahwa yang dilarang masuk kampus apabila mereka LGBT bercinta atau pamer kemesraan. (detiknews, 25/2-2016).

Penjelasan atau klarifikasi Pak Menteri ini kian kisruh karena bisa ditarik logika kalau bukan LGBT boleh bercinta atau pamer kemesraan di kampus. “Bercinta” dalam berita juga tidak dijelaskan karena pengertian secara umum “bercinta” adalah making love (sanggama).

Tidak ada berita di media massa dan media sosial tentang perilaku mahasiswa LGBT yang ‘bercinta dan pamer kemesraan’ secara terbuka di kampus-kampus di Indonesia. Berita yang ada justru pelecehan seksual terhadap mahasiswi, al. dilakukan oleh dosen. 

Lebih lanjut Nasir mengatakan: "Ini (bercinta dan pamer kemesraan-pen.) yang saya maksud akan berdampak terhadap kerusakan moral bangsa." 

Itu bisa diartikan bahwa yang berdampak terhadap kerusakan moral bangsa hanya kalau LGBT bercinta dan bermesraan di kampus, sedangkan yang bukan LGBT tidak merusak moral bangsa. 

Dengan klarifikasi ini Menteri Nasir justru mempertegas bahwa yang dilarang ke kampus itu individu sebagai LGBT. Ini kian ngawur karena LGBT, kecuali sebagian waria, tidak bisa dikenali dari penampilan fisik mereka. Apalagi yang biseksual tentulah sangat sulit dikenali karena dia punya istri sehingga orientasi homoseksualnya tertutupi. 

Pengamat sosial UI, Devie Rahmawati, mengatakan sekarang kelompok LGBT lebih terbuka karena budaya populer yang dikembangkan media massa sehingga kepercayaan diri mereka yang tinggi (detiknews, 24/1-2016). 

Pernyataan Devie ini perlu juga dikoreksi karena yang terbuka sejak dahulu hanya waria karena mereka berpenampilan sebagai perempuan. Sedangkan kalangan gay laki-laki baru sebagian kecil. Ini pun sangat terbatas. Sedangkan kalangan lesbian sangat tertutup. 

Begitu juga dengan biseksual. Sangat tertutup. Kalangan biseksual ini menjadi jembatan yang menyebarkan  HIV/AIDS dan IMS (infeksi menular seksual, sepeti raja singa/sifilis, kencing nanah/GO, virus hepatitis B, klamidia, herpes genitalis, dll.) dari lingkup LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki) ke masyarakat, dalam hal ini istri dan pasangan seks lain. 

Kehadiran kelompok LGBT selalu menuai kontra dari banyak kalangan. Sebagai kelompok minoritas kalangan waria sering berhadapan dengan kelompok yang memakai agama sebagai tameng untuk melawan mereka. Maka, kontes kecantikan waria pun dihentikan oleh ormas atas nama agama.

Ketika Dr Dede Oetomo, aktivis LGBT di Surabaya, menyebutkan dirinya sebagai gay beberapa wartawan pun mewawancarainya. Yang membuat Dede geleng-geleng kepala adalah ada wartawan yang ‘memancing-mancing’ dengan meletakkan telapak tangan di paha Dede. Wartawan itu datang dengan persepsi dan moralitasnya bahwa gay akan bereaksi jika disentuh. Itulah yang dipakai wartawan tadi untuk meyakinkan pembacanya dengan menunjukkan reaksi Dede. Tapi, wartawan itu salah kaprah karena yang diharapkan wartawan itu tidak akan pernah terjadi. 

Sebagai kelompok minoritas, bagi sosiolog UI, Tamrin Amal Tomagola PhD,  kalangan LGBT merupakan kelompok yang terpinggirkan dan perlu didampingi agar tidak kemudian mengganggu ketertiban di masyarakat lantaran mereka tertekan (detiknews, 24/1-2016).

Selain terpinggirkan di masyarakat, kalangan LGBT terutama gay dan lesbian, menghadapi persoalan besar di lingkungan keluarga yaitu terkait dengan pernikahan. Tidak sedikit cerita pernikahan yang kandas di tengah jalan karena salah satu dari pasangan tsb. gay atau lesbian.

Celakanya, gay dan lesbian tidak bisa terus terang mengakui orientasi seksual mereka kepada orang tua. Nah, di sinilah perlu dampingan karena orang tua akan kaget jika mengetahui anaknya gay atau lesbian. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun