Pasal 6. Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
Pasal 7. Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.
Maka, jika ada tulisan, gamar, dll, yang tidak memenuhi melawan pasal-pasal di atas jelas bukan ‘kritik’, tapi caci-maki, umpatan, dll. yang justru menyerang pribadi.
Lalu ada pula yang mengatakan UU ITE akan membelenggu kebebasan berekspresi. Dalam KBBI ekspresi disebut sebagai pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dsb)
Apakah status yang ditulis oleh Florence Sihombing, mahasiswa S2 UGM Yogyakarta, yang mencaci-maki warga Yogyakarta dan Sultan merupakan kebebasan berekspresi, daya kritis atau kebebasan berbicara?
Data dan Fakta
Perempuan itu bermasalah dengan karyawan SPBU, lho, koq yang dia caci-maki warga dan Sultan Yogyakarta? Florence: Jogja Miskin, Tolol, dan Tak Berbudaya. Bahkan, di status lain dia mengatakan warga Yogya sebagai, maaf, bangsat. Saya pernah menjadi warga Yogyakarta dengan memilik KTP sehingga saya pun keberatan terhadap ‘kritik’ perempuan ini.
Dalam berita di KOMPAS tadi disebutkan: “Damar khawatir orang-orang yang kritis bisa dijerat pasal itu untuk memberikan efek penggentaran kepada netizen lain yang kritis karena sikap kritis dianggap sama dengan penghinaan terhadap seseorang.”
Mengkritisi berbeda dengan penghinaan. Jika seorang pejabat publik, pemuka agama, tokoh masyarakat, pakar, dll. dikritik bukan penghinaan selama yang dikritik kebijakan atau pendapat mereka. Tentu saja beda halnya kalau kritik yang dilancarkan hanya menyasar pribadi yang dikritik.
Selama berpegang teguh pada koridor hukum terkait dengan berbicara, tulisan (berita, reportase, esai, opini, puisi, cerpen, dll.), gambar, karikatur, dll. tidak akan pernah bisa dijerat hukum. Dengan catatan objek yang disampakan data atau fakta.