Terkait denga tes HIV terhadap calon pengantin perlu juga jalan keluar kalau salah satu atau kedua-duanya ternyata mengidap HIV/AIDS. Apakah pernikahan dibatalkan?
Tidak ada peraturan yang melarang pernikahan pengidap HIV/AIDS. Penyakit ini adalah penyakit menular yang bisa dicegah. Kalau rencana pernikahan dibatalkan karena HIV/AIDS penyakit menular, maka semua pasangan yang mengidap penyakit menular otomatis gugur pula pernikahannya.
Bahkan, kalau laki-laki yang mengidap HIV/AIDS pasangan itu bisa punya anak yang tidak tertular HIV melalui proses bayi tabung karena di sperma tidak ada HIV. Maka, sperma suami bisa membuahi indung telur istrinya melalui proses bayi tabung.
Yang luput dari perhatian adalah penyakit-penyaki noninfeksi yaitu penyakit genetika yang diturunkan, seperti thalasemia dan diabetes. Tapi, karena penyakit ini tidak pernah dikait-kaitkan dengan moral maka tidak ada persoalan pada pernikahan pasangan yang mengidap penyakit genetika.
Di Aceh, misalnya, disebutkan oleh Ketua Pengurus Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassemia (POPTI), Aceh Heru Noviart, untuk pembawa sifat (carrier) thalasemia tertinggi di dunia ada di Aceh (kompas.com, 7/5-2015). Nah, dikabarkan di Aceh ada 250 anak penderita thalasemia (thalasemia adalah kelainan darah yang merupakan penyakit genetika atau diturunkan dari orang tua, penderita thalasemia tidak bisa memproduksi hemoglobin yang cukup sehingga jumlah hemoglobin di dalam tubuh sedikit). Mereka ini sepanjang hidupnya tergantung pada transfusi darah.
Tes HIV bukan Vaksin
Penyakit lain yang juga menular persis serupa dengan HIV/AIDS adalah virus hepatitis B, tapi lagi-lagi tidak pernah disampaikan secara terbuka. Orang dengan bangga mengatakan mengidap virus hepatitis B, padahal kalau orang tsb. tidak pernah transfusi darah yang tidak diskirining, tidak pernah memakai jarum suntik bergantian, maka kemungkinan tertular melalui hubungan seksual. Kalau seorang suami terdeteksi mengidap virus hepatitis B sedangkan istrinya tidak mengidap virus hepatitis B, maka si suami tertular dari perempuan lain jika tidak pernah transfusi darah yang tidak diskirining dan tidak pernah pakai jarum suntik bergantian.
Yang menjadi persoalan besar adalah: Apakah tes HIV sebelum menikah bisa jaminan bahwa pasangan itu, khususnya suami, tidak akan pernah lagi tertular HIV sepanjang hidupnya?
Tentu saja tidak ada karena setelah menikah bisa saja si suami melakukan salah satu atau beberapa dari lima perilaku di atas.
Persoalan besar akan muncul jika kelak seorang istri terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Suami akan bertahan dengan surat keterangan “Bebas AIDS” yang diperoleh ketika tes HIV sebelum menikah. Bisa jadi si suami akan menuduh istrinya yang selingkuh.
Tes HIV sebelum menikah juga merupakan langkah penanggulangan di hilir karena ada pembiaran sehingga calon mempelai itu tertular HIV (di hulu).