Sudah puluhan tahun saya memakai jasa penerbangan domestik dan internasional, baru kali ini terjadi pengalaman buruk dan pahit. Adalah sebuah koper hitam yang saya masukkan ke bagasi Sriwijaya Air di Terminal 1B Bandara Soekarno-Hatta, Jumat, tanggal 27 November 2015 pukul 00.15 dengan penerbangan nomor SJ 776 tujuan Ternate (TTE).
Koper itu punya kunci dengan kode. Tapi, malam itu saya menambahkan kunci gembok kecil. Seumur-umur bali kali ini saya menambahkan gembok pada koper.
Ternyata penambahan gembok itu berguna karena kunci koper asli sudah lepas dan kode kunci ada pada posisi “0-0-0”. Ini bukan kode rahasia koper itu. Pegangan resleting yang menjadi anak kunci pun sudah pindah tempat ke salah satu sudut koper.
Nomor kode yang menjadi kunci koper itu pun tidak bisa lagi dipakai. Lidah-lidah kunci itu sama sekali tidak bergerak ketika ditarik dengan memakai nomor kode rahasia.
Saya bernapas lega karena dengan posisi itu koper tidak terbuka.
Tapi, lagi-lagi saya kecewa karena resleting laci di dalam sudah tidak di posisi ujung. Dan, buku Yasin kecil yang ada di itu ada di atas kain sarung dengan kondisi sobek.
Buku Surat Yasin sobek dan keluar dari laci yang dikunci dengan resleting (Syaiful W. Harahap)
Koq bisa?
Ya, hanya orang-orang yang merusak kunci koper itu sajalah yang bisa menjawabnya. Sususan pakaian pun menggumpal karena ada tekanan dari sisi ke bahwa seperti memasukkan tangan ke bawah pakaian.
Untuk memasukkan tangan ke dalam koper tentulah resleting koper harus dibuka. Itu artinya kunci gemok itu pun dibuka paksa atau dengan cara-cara yang lazim dipakai orang-orang yang mengerti cara membuka kunci.
Pertanyaan paling mendasar adalah: Mengapa angka-angka kode kunci koper ada di posisi 0-0-0?
Ketika saya masukkan ke timbangan di meja check-in angka itu acak.
Tapi, ketika tiba di penginapan di Sofifi, Maluku Utara, baru saya kaget karena ujung resleting yang menjadi cantelan kunci tidak ada di kunci koper. Bahkan, angka kode kunci ada pada posisi “0-0-0”.
Keselahan saya adalah tidak mengecek koper di Bandara Ternate. Soalnya, sudah puluhan tahun tidak pernah kunci koper saya dirusak. Sehingga setiap kali menarik koper dan ban berjalan tidak saya perhatikan kondisi kunci koper.
Koper selalu saya masukkan ke bagasi karena sering terjadi tempat barang di kabin penuh karena banyak penumpang yang membawa barang bawaan ke kabin lebih dari dua. Saya pikir daripada repot di kabin lebih baik saya masukkan ke bagasi.
Ini pengalaman buruk pertama dan terakhir. Koper akan selalu saya bawa ke kabin karena ulang ‘tikus-tikus’ di bandara kita rupanya belum berhenti. Biar pun sudah pernah ditangani polisi rupanya ‘tikus-tikus’ itu tetap beraksi merusak kunci koper penumpang.
Akan sangat bijaksana kalau manajemen Sriwijaya Air dan Angkasa Pura I sebagai pengelola Bandara Soekarno-Hatta bisa memberikan penjelasan yang masuk akal mengapa kunci koper saya pada posisi “0-0-0” dan ‘anak kuncinya’ terlepas.
Atau bisa saja manajemen Sriwijaya Air dan Angkasa Pura I masa bodoh. Kalau ini yang terjadi, ya tulisan ini pun akhirnya ditujukan kepada-Nya agar memberikan balasan yang setimpal, misalnya digilas roda kapal terbang, terhadap yang berperilaku buruk di bandara yang merugikan orang lain. *** [Syaiful W. Harahap] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H