Ada dua kemungkinan, yaitu: (1) Suami atau istri sudah mengidap HIV/AIDS sebelum menikah, atau (2) Suami tertular setelah menikah yang selanjutnya menularkan kepada istrinya sehingga istri pun bisa pula menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya.
Untuk itulah dianjurkan agar pemerintah provinsi, kabupaten dan kota membuat peraturan agar pasangan suami-istri konseling ke Klinik VCT (tempat tes HIV sukarela dengan konseling) di rumah sakit ketika istri hamil. Jika hasil konseling menunjukkan suami berperilaku yang berisiko tertular HIV, maka suami dan istri yang hamil menjalani tes HIV. Dengan cara tes HIV pada masa hamil bayi yang dikandungan bisa diselamatkan agar tidak tertular HIV jika si ibu mengidap HIV/AIDS.
Langkah yang arif dan bijaksana adalah melakukan konseling kepada calon pengantin. Dari konseling akan diketahui perilaku seks calon pengantin tersebut. Jika salah satu atau kedua-duanya mempunyai perilaku yang berisiko tertular HIV, maka mereka dianjurkan tes HIV.
Terkait hasil tes HIV adalah hak keduanya untuk memutuskan apakah melanjutkan pernikahan atau tidak. Jika mereka melanjutkan pernikahan, maka yang mengidap HIV/AIDS akan didampingi agar tetap menjalan ‘seks aman’ agar tidak menulari pasangannya. Ini cara-cara yang manusiawi dan arif serta bisa dipertanggung jawabkan secara hukum dan medis. *** [Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H