Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sisi (Kemanusiaan) yang Diluputkan Wartawan dalam Liputan Berita Kecelakaan Hercules

4 Juli 2015   19:07 Diperbarui: 6 Juli 2015   19:56 2063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkunjung ke keluarga, baik waktu Lebaran maupun hari-hari lain, merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Apalagi menjelang Lebaran keluarga TNI ingin juga saling bertemu dan berkumpul di tempat tugas suami atau istri yang jadi tentara.

Celakanya, ada suami atau istri yang jadi anggota TNI bertugas di tempat-tempat yang tidak dilalui jalur transportasi reguler. Seperti wilayah Natuna, Riau, atau di pulau-pulau terluar dan di pedalaman di pulau-pulau besar angkutan umum yang murah tentulah tidak ada.

Amatlah berat bagi keluarga tentara dengan pangkat prajurit dan bintara untuk berkunjung ke tempat kerja suami atau istri dengan membawa anak-anak. Selain biaya yang besar juga memerlukan waktu yang lama karena menunggu angkutan ke daerah tujuan. Ini terjadi karena tidak ada angkutan reguler sehingga harus menunggu sampai ada angkutan yang akan berangkat ke tempat tujuan.

Ke Natuna, misalnya, harus lewat Batam. Nah, kalu seorang kopral atau sersan yang bertugas di Natuna lalu dia berharap istri dan anaknya datang tentulah bukan hal yang mudah. Apalagi istrinya tinggal di P Jawa. Ongkos kapal terbang dari Batam ke Natuna sekitar Rp 1,4 juta. Ini belum ongkos dari P Jawa atau P Sumatera ke Batam. Penerbangan pun tidak setiap hari, tapi hanya tanggal-tanggal tertentu setiap bulan.

Bukan hanya di tempat yang terpencil atau terluar, di tempat-tempat di jalur transportasi umum pun tentulah berat bagi keluarga TNI berpangkat prajurit sampai bintara.

Dalam kaitan itulah keluarga TNI memanfaatkan angkutan militer rutin yang mengunjungi berbagai tempat yang tidak dilayani angkutan umum reguler secara rutin. Salah satu angkutan rutin untuk membawa personil yang akan tugas ganti, peralatan dan sembako adalah Hercules.

Hercules yang jatuh di Medan (30/6-2015), misalnya, bertolak dari Lanud Malang (Jawa Timur), 29/6-2015, menuju Lanud Adisutjipto (Yogyakarta, seterusnya ke Lanud Halim Perdanakusuma (Jakarta). 

Dari Halim (30/6-2015) Hercules terbang ke Lanud Roesmin Nurjadin (Dumai, Riau). Dilanjutkan ke Lanud Soewondo (Medan, Sumatera Utara). Tapi, di Medan Hercules itu jatuh dan tujuan berikutnya pun tidak bisa lagi didarati Hercules yang naas itu.

Dari Medan Hercules direncanakan terbang ke Lanud Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), seterusnya ke Lanud Ranai (Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau), dan berakhir Lanud Supadio (Pontianak, Kalimantan Barat).

Setelah bermalam di Pontianak, 1/7-2015 tujuan yang akan dilalui Hercules itu adalah dari Lanud Supadio (Pontianak, Kalimantan Barat) ke Lanud Ranai (Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau), Lanud Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), Lanud Soewondo (Medan, Sumatera Utara), Lanud Roesmin Nurjadin (Dumai, Riau), Lanud Halim Perdanakusuma (Jakarta). Tanggal 2/7-2015 Hercules dijadwalkan kembali ke Lanud Abdul Rachman Saleh (Malang, Jawa Timur)

Kota-kota yang akan dilalui Hercules itu merupakan kota-kota yang sangat terbatas moda angkutan umumnya. Maka, pilihan utama bagi keluarga TNI adalah Hercules yang terbang rutin tsb. Maka, dari sisi keluarga TNI, Hercules itu sangat membantu karena bisa mempertemukan keluarga dengan biaya yang murah.

Itu artinya Hercules itu merupakan angkutan yang manusiawi karena membantu keluarga TNI menyambung silaturrahmi.

Kalau pun ada sipil yang sama sekali tidak terikat secara kekeluargaan dengan TNI kemungkinan mereka diajak oleh keluarga TNI yang biasa memamai Hercules. Bisa juga mendengar dari mulut ke mulut.

Maka, amatlah disayangkan penumpang sipil menyalahkan TNI AU karena mereka sendiri yang memilih terbang dengan Hercules. Begitu juga dengan sebagian media yang hanya memojokkan TNI AU tanpa melihat aspek kemanusiaan yang diemban Hercules itu. Maka, berita pun banyak yang tidak berempati tapi justru menyuburkan antipati (dari berbagai sumber). *** [Syaiful W. Harahap] ***

Foto: Repro: tni-au.mil.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun