Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Serial Santet #15 | Astaga, Kok Ada Monyet di Tempat Tidur .…

9 Desember 2013   11:16 Diperbarui: 14 Juni 2018   05:44 13110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena sudah kebiasaan, antara pukul 01.00 dan 03.00 saya terbangun. Malam itu pun, suatu hari di tahun 1982 di Kota “B” di Jabar, tiba-tiba saya terbangun pukul 01.30.

“Astaga, kok ada monyet!”

Itulah yang ada di pikiran saya ketika duduk karena di sebelah saya ada monyet yang telentang. Saya mengedipkan mata, tapi tiba-tiba monyet tadi tidak ada (lagi).

Yang ada di sebelah saya, ya, kerabat yang tidur bersama saya.

Kejadian itu tidak menjadi pikiran bagi saya. Hari-hari berjalan saya tidak pernah memikirkan kejadian itu.

Tapi, ketika saya ‘berobat’ ke beberapa ‘orang pintar’ ke Banten, Tasikmalaya dan Banjar (dua-duanya di Jabar), peristiwa yang saya alami tahun 1982 itu mulai terkuak.

Saya sendiri menjadi korban santet sebagai tumbal untuk pesugihan salah seorang kerabat.

Dalam perjanjian yang memelihara ‘buto ijo’ untuk pesugihan (mencari kekayaan dengan menggunakan makhluk halus) itu anak saya, putri, masuk daftar nomor 9 dan saya nomor 10.

Alhamdulillah, berkat doa orang-orang yang mengobati saya YMK menghindarkan saya dan putri saya dari ‘daftar’ tumbal. ‘Gantinya’ yang memelihara pesugihan dan kakaknya mati berurutan. Celakanya, pesugihan itu pun estafet ke anaknya sehingga saya terus-menerus menghadapi serangan santet sampai sekarang.

Tujuannya tidak lagi untuk tumbal, tapi sebagai bagian dari balas dendam. Keluarga yang memelihara pesugihan itu sendiri memberikan daftar 17 nama sebagai tumbal. Sekarang sudah 10 tumbal yang mereka ‘persembahkan’ ke buto ijo. Agar pesugihan itu langgeng, maka mereka terus-menerus mencari tujuh tumbal lagi.

Kembali ke monyet tadi, “Itu merupakan wujud dari salah satu bentuk pesugihan,” kata Misbah, salah satu yang mengobati saya di Banten.

Pesugihan dengan memelihara ‘arwah’ monyet dikenal sebagai nyupang (yaitu bersekutu dengan roh hewan). Yang memelihara nyupang terkadang menggaruk-garuk badan seperti yang dilakukan monyet atau kera biarpun sedang berbicara dengan orang lain.

Seorang teman, PNS sebagai pekerja sosial di Jambi, ketika pendidikan di Kota Bandung, Jabar, dia mengikuti kerja lapangan. Dia ditempatkan di salah satu kota di Jabar.

Teman tadi berkenalan dengan seorang laki-laki di salah satu kota kecamatan. Laki-laki itu bercerita bahwa dia dan dua saudaranya pernah mencari pesugihan ke satu tempat di perbatasan Jabar dan Jateng.

Semua syarat sudah mereka penuhi. Syarat terakhir adalah mereka harus menghabiskan sebatang cerutu di masjid pada hari Jumat sebelum azan Jumat.

Dua saudaranya menghabiskan cerutu masing-masing, tapi laki-laki tadi tidak bisa menghabiskan cerutnya. Dia pun mematikan cerutu dengan menggesek-gesekkan bagian yang terbakar ke lantai.

Laki-laki itu wuduk lalu masuk ke masjid. Ketika sujud pada rakaat pertama dia agak terlambat. Semua sudah sujud tapi laki-laki itu baru mau sujud.

Laki-laki itu kaget bukan kepalang karena yang dia lihat adalah berbagai jenis binatang: ada monyet, ular, babi, dll. Hanya imam yang tidak berubah wujud.

Belakangan laki-laki itu sadar dan tidak mengikuti ritual-ritual berikutnya.

”Masya Allah, kok ada monyet!” Ini dialami oleh Pak Misbah di sebuah masjid di Banten ketika dia memberi salam pertama ke kanan selesai salat magrib.

Yang disebut ’monyet’ tadi melihat Pak Misbah pada salam ke dua ke kiri, tapi sudah berubah wujud jadi manusia.

Kerabat yang saya lihat berubah wujud jadi ’monyet’ tadi beberapa kali muncul sekelebat di kantor yang diawali dengan bau asap rokok yang sangat menyengat hidung.

Tapi, setelah ’tanaman’ (benda-benda yang dikirim melalui alam gaib) di kantor diangkat, sosok kerabat itu tidak pernah lagi muncul.

Kehilangan di kantor sering terjadi, terutama uang. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun