“Selamat pagi, Pak. Saya Ibu Sri (bukan nama sebenarnya).”
Itulah suara yang saya terima di ponsel.
Suara itu gemetar. Belakangan baru saya ketahui bahwa ketika menelepon saya Bu Sri menangis dan menahan sakit karena perutnya membesar.
“Ada apa, Bu Sri?”
“Begini, Pak. Saya membaca pengalaman Bapak tentang santet. Itu juga yang terjadi pada saya. Apakah Bapak mau membawa saya ke Bu Haji dan Pak Misbah?”
Rupanya, Bu Sri sudah putus asa karena sudah lima tahun dia berobat ke berbagai tempat sampai ke Pati di Jateng dan Banyuwangi di Jatim.
“Semuanya tidak berhasil.”
Bahkan, Bu Sri sudah habis-habisan karena setiap “berobat” ada mahar (istilah di pengobatan alternatif untuk menyebut biaya) yang jumlahnya jutaan sampai belasan juta rupiah.
Di akhir percakapan saya berjanji akan memba Bu Sri ke Banten setelah tahun baru.
Tanggal 1 Januari 2014. “Saya suami Bu Sri.” Ini suara di ponsel.
“Ada apa, Pak?”