”Saya akan tarik yang sudah masuk ke badan Bapak,” kata yang di Tasikmalaya.
Bersamaan dengan SMS dari Tasikmalaya masuk pula SMS dari Banten: ”Aduh, kembali lagi ada kiriman dari kampung.”
Dua-duanya jawabannya sama. Padahal, mereka tidak saling kenal.
Kabar dari Banten lebih rinci karena diberitahu asal benda yang dikirim: Kalau Bapak keluar dari jalan di depan rumah ke jalan raya belok ke kiri. Kira-kira lima kilometer.
Minggu sebelumnya benda yang dikirim dari kampung masuk ke sendi bahu kiri. Saya pergi ke Banten. Benda-benda itu diambil.
”Pengiriman” benda-benda yang memakai ’jasa’ makhluk halus dengan umpan minyak yang disuling dari sejenis kayu di Turki itu biasanya dilakukan pada malam Selasa dan malam Sabtu.
Gambaran ril yang disampaikan dari Banten menyebutkan bahwa saudara yang memakai jasa dukun itu untuk mengirimkan ’benda-benda’ mengeluarkan uang dalam tiga tahap, yaitu Rp 7 juta, Rp 4 juta dan Rp 6 juta.
”Sangat jelas terlihat sosok laki-laki yang menyerahkan uang kepada dukun yang mengirimkan benda-benda itu,” kata yang di Banten. ”Berkulit hitam.”
Yang mengirimkan benda itu sendiri laki-laki tua berumur sekitar 60 tahun yang membuka ’prektek’ semacam paranormal. Bukan penduduk asli daerah itu dan sebenarnya tidak pemeluk Islam.
Alasan saudara di kampung memakai dukun untuk mencelakai saya ternyata berkaitan dengan harta warisan. Celakanya, harta warisan itu dikuasai oleh adik bukan saya.
Tapi, karena saya anak tertua mereka anggap saya bersekongkol untuk menguasai tanah tsb.