“Sudah lama saya ingin bicara sama Bapak,” kata Pak Wandi, penjaga sekolah sebuah SMP negeri, tempat anak saya bersekolah, yang bersebelahan dengan rumah saya di bilangan Pisangan Timur, Jakarta Timur.
Pak Wandi mengatakan hal itu ketika saya membawa Pak Dadang, salah seorang yang mengobati saya, ke sebelah rumah untuk ‘mengambil’ setan perempuan yang ditempatakan di rumah sebagai penyebar penyakit. Itu terjadi pada suatu malam di bulan Mei tahun 2008. Kini, Pak Wandi sudah tiada.
Memang, ketika berobat ke Tasikmalaya saya sudah diberitahu bahwa di rumah itu ‘diindekoskan’ setan dan tuyul oleh dukun yang menyantet saya.
Di kalangan perdukunan setan itu dikenal sebagai Dewi Centring Manih. Setan ini ‘dibeli’ di Rawalakbok, di perbatasan Jawa Barat dengan Jawa Tengah.
“Bapak ke sana, jauh,” pinta Pak Dadang ketika dia menangkap setan itu di suatu malam bulan Mei tahun 2008. Rupanya, setan itu melawan. “Saya tidak mau dibawa nanti dimarahi Pak Ustad,” kata setan itu sambil menyebut nama Pak Ustad (panggilan untuk dukun santet yang memasang ‘pagar’ di rumah saya-pen.).
Ketika Pak Dadang menarik setan itu ada suara gemuruh. Tembok sekolah mulai bergoyang.
“Aduh, Pak, saya takut tembok rubuh,” kata Pak Dadang setelah behasil memasukkan setan itu ke dalam botol.
Setan dibuang ke sungai agar hanyut ke tempat asalnya. Ketika membuang botol Pak Dadang juga ketakutan karena biasanya akan datang air bah. Syukurlah malam itu tidak ada bencana.
Memang, banyak orang yang mengatakan rumah yang saya tempati kelam, kelabu, dan sumpek. Semula saya pikir karena banyak tanaman di depan rumah.
Anggapan banyak orang itu ternyata benar karena di rumah itu penuh dengan setan dan jin yang ditempatkan oleh dukun yang dibayar oleh orang yang memelihara pesugihan yang menjadikan saya dan anak-anak saya sebagai tumbal.
Setan itu, menurut Pak Dadang, seperti terminal yang menjadi sumber penyebar penyakit. Semula setan itu tinggal di rumah orang yang memelihara pesugihan. Di rumah yang memelihara pesugihan itu ada kolam di tengah rumah yang terbuka.
Setan perempuan itulah yang menggerakkan Ny.M dan putra saya menyebar penyakit ke rumah dan kantor saya.
Suatu pagi di depan pintu kantor ada lembar tagihan PAM. Padahal, saya sudah berbulan-bulan meninggalkan rumah. Praktis air mereka yang memakainya, tapi, mengapa lembar tagihan di kirim ke kantor saya?
Rupanya, lembar tagihan itulah sebagai media untuk mengirimkan penyakit. Memang, beberapa hari kemudian beberapa bagian badan terasa nyeri. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H