Soal rambut juga masih ada jawaban di rumah. ”Bisa saja orang mengambil rambut selesai potong rambut di salon.”
Ya, bisalah diterima.
Tapi, terkait dengan, maaf, rambut kemaluan, tentulah tidak mungkin ada orang lain yang memotong atau mencabutnya dari badan saya. Dan, ini tidak saya persoalkan di rumah karena hal itu sudah membuktikan siapa yang ’mencuri’ kemeja, celana dalam, kaos kaki dan rambut.
Benda-benda berupa buntalan yang sudah ditarik dari berbaga tempat, al. di rumah, kantor dan jalan raya sudah dua puluhan. Menurut Misbah, buntalan itu jumlahnya sesuai dengan tanggal lahir saya.
Ada beberapa yang belum diambil karena saya khawatir kalau diangkat pemilik bangunan yang pernah saya kontrak akan menuduh saya yang mengirim santet.
Belakangan ’media’ untuk memasukkan benda-benda ke tubuh saya dilakukan dengan ’membawa’ sesuatu ke rumah, misalnya, beras, kertas, dll.
”Om, tadi malam anaknya lewat di depan kantor.” Itulah yang sering saya terima dari tetangga dekat kantor saya di bilangan Pisangan Lama, Jakarta Timur.
Di depan pintu ada sebaran besar. Di waktu yang lain ada potongan kertas. “Ya, itu jalan untuk mengirim santet,” kata Misbah.
Biar pun saya dan putri saya sudah lolos dari ‘daftar’ tumbal, putri saya nomor 9 dan saya nomor 10,karena ‘diganti’ dengan yang memelihara pesugihan dan saudaranya, tapi serangan santet masih saja terus ditujukan ke saya.
Kali ini sebagai balas dendam karena dukun mengatakan kematian yang memelihara pesugihan itu karena kiriman saya kembalikan.
Padahal, semua yang mengobati saya selalu melarang mengirim balik benda-benda yang diangkat dari badan saya dan putri saya.