Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sumatera Utara Tanpa Program Penanggulangan HIV/AIDS yang Konkret

8 Juni 2012   06:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:15 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* Aktivis HIV/AIDS pun bisa ‘asbun’ ….

”Kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara diprediksi mengalami peningkatan karena terbatasnya anggaran untuk  penanggulangan penyakit menular tersebut pada tahun 2012.” Ini pernyataan Ketua Medan Plus, organisasi yang berbasis komunitas, Eban Tatonka (Kasus HIV/AIDS Sumut Diprediksi Meningkat, beritasore.com, 7/6-2012).

Laporan terakhir menyebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Sumut mencapai 3.422.

Pernyataan di atas menunjukkan pemahaman aktivis terhadap epidemi HIV yang tidak akurat. Maka, pernyataan aktivis di atas pun bisa diketegorikan sebagai ’asbun’ (asal bunyi).

Pertama, karena cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif, maka jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan akan terus bertambah. Ini fakta bukan prediksi (lagi). Artinya, kasus lama akan ditambah dengan kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus tidak akan pernah turun biar pun semua pengidap HIV/AIDS yang sudah dilaporkan meninggal.

Kedua, pertambahan kasus akan terus terjadi seiring dengan penemuan kasus baru karena di masyarakat banyak penduduk yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Ini terjadi karena tidak ada cara yang sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat.

Ketiga, tidak ada kaitan langsung antara anggaran dengan penanggulangan HIV/AIDS. Biar pun ada anggaran yang bear, kalau tidak ada program yang konkret, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Jika kelak mereka terdeteksi, maka akan menambah jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan.

Yang perlu diprediksi adalah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks. Celakanya, di Sumut tidak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks.

Ini menurut Eban: ”Meningkatnya angka kasus penyakit HIV/AIDS di Sumatera Utara itu diperkirakan akibat lemahnya perhatian pemerintah, baik dalam bidang kebijakan maupun ketersediaan dana sebagai upaya penanggulangan penyakit tersebut.“

Kalau yang dimaksud ’meningkatnya angka kasus’ adalah laporan, maka itu akan terus meningkat tanpa ada dana sekali pun karenaorang-orang yang mengidap HIV/AIDS akan sampai pada masa AIDS yang mulai membutuhkan pelayanan kesehatan. Inilah pintu bagi orang-orang yang mengidap HIV untuk terdeteksi karena pasein-pasien dengan penyakit yang terkait dengan HIV/AIDS akan dirujuk untuk tes HIV.

Kebijakan Pemprovsu terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS sama sekali tidak ada. Bahkan, tiga perda AIDS yang ada di Sumut semuanya hanya mengumbar mitos dengan pasal-pasal yang normatif dengan pijakan moral.

Perda AIDS Kab Serdang Bedagai (Lihat:, http://regional.kompasiana.com/2011/05/04/perda-aids-kab-serdang-bedagai-sumut-penggunaan-kondom-100-persen-tanpa-pemantauan/, Perda AIDS Kota Tanjungbalai (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/17/pasal-pasal-normatif-penanggulangan-hivaids-di-perda-aids-kota-medan/, dan Perda AIDS Kota Medan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/25/menyibak-perda-aids-kota-tanjungbalai-sumut/).

Dikabarkan perda-perda AIDS di Indonesia juga didukung oleh berbagai kalangan, tapi biar pun ada aktivis HIV/AIDS ternyata perda-perda itu tetap saja normatif. Penanggulangan HIV/AIDS bisa dilakukan dengan cara-cara yang rasional.

Seorang aktivis di Yogyakarta, misalnya, sesumbar dengan angkat bicara Perda AIDS DI Yogyakarta yang terbaik. Padahal, tak satu pun pasal dalam perda itu yang menawarkan cara-cara penanggulangan yang konkret (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/15/perda-aids-yogyakarta-mengabaikan-praktek-pelacuran-di-%E2%80%98sarkem%E2%80%99/).

Yang diperlukan di Sumut adalah program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks.

Selama tidak ada langkah konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki, maka penyebaran HIV/AIDS di Sumut akan terus terjadi. Ya, Pemprovsu tinggal menunggu waktu saja untuk ‘panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun