Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ibu Rumah Tangga Paling Banyak Mengidap HIV/AIDS di Kab Manokwari, Prov Papua Barat

25 Mei 2012   04:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:49 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1337922052255358965

[caption id="attachment_190388" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi/admin(shutterstock.com)"][/caption]

* Di Manokwari PSK adal Jawa dipaksa praktek di lokalisasi sedangkan PSK dari sebuah kota Sulawesi beroperasi di hotel

Dilaporkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Manokwari, Prov Papua Barat, yang terdeteiksi sejak tahun 2001 hingga Maret 2012 tercatat 671. “Dari jumlah tersebut, kalangan Ibu rumah tangga berada pada urutan teratas, disusul pekerja seks komersil (PSK), PNS, mahasiswa, dan pelajar,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari, drg Henri Sembiring (Pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Manokwari Meningkat, www.bipnewsroom.info, 24/5-2012).

Data tentang jumlah kasus terbanyak pada ibu rumah tangga dan PSK tidak dibawa oleh wartawan yang menulis berita ini ke realitas sosial. Akibatnya, angka itu tidak berbicara banyak tentang penyebaran HIV/AIDS di Kab Manokwari.

Pertama, kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada PSK di Kab Manokwari ada kemungkinan ditularkan oleh laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang. Laki-laki tsb. bisa saja sebagai seorang suami. Laki-laki tsb. menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga menggambarkan perilaku suami mereka.

Kedua, ada kemungkinan PSK yang beroperasi di Kab Manokwari sudah tertular di luar Kab Manokwari. Jika ini yang terjadi, maka laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK berisiko tertular HIV. Laki-laki ini bisa saja sebagai seorang suami. Jika tertular HIV, maka laki-laki ini pun akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Selama Pemkab Manokwari tidak melakukukan intervensi berupa langkah yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi Maruni 55 (di Kecamatan Warmare, sekitar 60 km dari Kota Manokwari), maka penyebaran HIV di Kab Manokwari akan terus terjadi.

Di Maruni 55 ada LSM yang mendampingi PSK untuk mendorong mereka ’memaksa’ laki-laki memakai kondom. Tapi, ”Ah, mana ada yang mau pake kondom, Mas,” kata seorang PSK yang mengaku berasal dari Jatim.

Dalam kaitan itulah diperlukan intervensi berupa regulasi yang konkret. Tapi, intervensi untuk memaksa laki-laki memakai kondom jika sanggama degnan PSK tidak ada.

Sebaran PSK di Kota Manokwari sangat besar karena hanya PSK adal P Jawa yang dipaksa praktek di Maruni 55, sedangkan PSK adal (nama kota di Sulawesi bagian utara) bebas praktek di penginapan, losmen dan hotel di Kota Manokwari. ”Tidak adil, Mas. Masak kami yang dari Jawa saja yang dipaksa di sini,” kata PSK tadi.

Nah, PSK yang beroperasi di luar lokalisasi tentulah tidak bisa dijangkau oleh relawan yang melakukan advokasi dan penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS dan sosialisasi kondom.

Celakanya, ada penolakan masyarakat terhadap kampanye penggunaan kondom. Maka, penyebaran HIV/AIDS pun akan terus terjadi karena insiden infeksi HIV baru juga terus terjadi.

Melihat gelagat yang tidak adil itu, maka yang ’memakai’ PSK di kota tentulah yang berduit yang bisa saja pegawai, karyawan, pengusaha, dll. Data kasus menunjukkan kasus HIV/AIDS terdeksi pada kalangan PNS, pelajar dan mahasiwa.

Disebutkan: ” .... satu kasus yang terdeteksi itu mewakili 50 kasus 'yang ada di luar yang belum diketahui.” Ini tidak pas karena ’rumus’ itu hanya untuk keperluan epidemiologis bukan untuk menghitung kasus ril di masyarakat berdasarkan kasus yang terdeteksi.

Disebutkan: "Maka yang harus dilakukan untuk menekan penularan HIV/AIDS adalah menutup hulunya atau sumber-sumber miras itu yang harus dicabut, karena pengaruh alkohol dapat meningkatkan libido.”

Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual bukan karena pengaruh miras, tapi karena laki-laki tidak memakai kondom ketika sanggama dengan PSK. Karena laki-laki ’hidung belang’ tidak mau memakai kondom, maka perlu ada mekanisme untuk memaksa laki-laki memakai kondom jika sanggama dengan PSK. Tapi, ini hanya bisa dilakukan di lokalisasi, sedangkan yang di luar lokalisasi tidak bisa dijangkau.

Dikabarkan pula: ” .... di Manokwari ada bentuk kesadaran ibu rumah tangga untuk memeriksakan diri pun cukup tinggi, sehingga terjangkitnya penyakit ini pun dapat dideteksi secara dini.”

Penularan HIV kepada ibu rumah tangga adalah suami. Biar pun ibu-ibu rumah tangga sadar memeriksakan diri, tapi kalau suami mereka tidak memakai kondom ketika sanggama dengan PSK maka ada suami-suami itu berisik tertular HIV. Jika suami menggauli istrinya maka ada pula risiko penularan HIV kalau suami tidak memakai kondom. Hanya dengan intervensi yang konkret melalui regulasi berupa kewajiban memakai kondom bagi laki-laki yang sanggama dengan PSK yang bisa menurunkan penyebaran HIV di Kab Manokwari. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun