Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pelacuran di (Saritem) Bandung: Mengabaikan Peranan Laki-laki ’Hidung Belang’

2 Mei 2012   01:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:51 5474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

”Pemerintah, dituntut serius "menumpas" pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi yang tak begitu jauh dari balai kota tersebut. Selain dekat balai kota, Saritem juga dekat dengan pesantren.” Ini pernyataan di berita ”DPRD: Bubarkan Saritem!” (www.republika.co.id, 1/5-2012).

Pernyataan di atas bertolak dari keterangan DPRD Kota Bandung, Jawa Barat tentang lokasi pelacuran di Saritem. Maka, pernyataan dalam berita itu pun dibuat dengan pijakan moralitas yang tidak objektif karena hubungan seksual atau zina dalam bentuk melacur dengan PSK bisa terjadi karena ada laki-laki. Ini fakta. Maka, mengapa yang menjadi ’sasaran tembak’ hanya perempuan (baca: PSK)?

Dikabarkan: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung meminta pemerintah segera mengambil sikap terkait mulai kembali maraknya praktik prostitusi di Gang Saritem, Kota Bandung.

Pertanyaan untuk DPRD Kota Bandung: Siapa, sih, laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di Saritem?

Bisa saja laki-laki yang melacur di sana adalah penduduk Kota Bandung, asli atau pendatang. Bisa juga pelancong atau orang-orang yang singgah dalam perjalan.

Tentu saja bisa dihitung: laki-laki dari mana yang paling banyak melacur di Saritem. Nah, kalau ternyata yang paling banyak melacur di Saritem justru laki-laki penduduk Bandung, maka kesalahan bukan pada PSK di Saritem, tapi laki-laki yang datang melacur ke sana.

Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, Isa Subagdja, dalam rekomendasi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota 2011: ”Dalam upaya memberantas penyakit masyarakat tersebut perlu ada keseriusan pemerintah. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan pemberdayaan ormas Islam dalam mewujudkan Bandung yang agamis."

Yang ’sakit’ bukan masyarakat, tapi laki-laki yang melacur ke Saritem dan tempat-tempat lain di Kota Bandung atau di luar Kota Bandung.

Lebih ’sakit’ lagi ada daerah di Jawa Barat yang menolak praktek pelacuran disebut sebagai lokasi atau tempat pelacuran. Pejabat dan pemuka masyarakat di daerah itu tidak keberatan kalau pelacuran disebut ’esek-esek’ (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/07/21/praktek-%E2%80%98esek-esek%E2%80%99-di-kab-cirebon-jabar/).

Andaikan Saritem dibumihanguskan pun praktek pelacuran di Kota Bandung tidak akan pernah berhenti menggeliat. Selama ada laki-laki yang mencari penyaluran nafsu birahi dengan PSK, maka selama itu pelacuran akan terus terjadi.

Soalnya, ada laki-laki yang berharap mendapat ’pujian’ dari PSK (Lihat: http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/04/30/%E2%80%99mencari%E2%80%99-g-spot-titik-orgasme-perempuan/).

Maka, kalau saja DPRD Kota Bandung lebih arif dalam memandang praktek pelacuran di Sariten khususnya dan di Kota Bandung umumnya, maka yang harus dilakukan adalah membina laki-laki agar tidak ada lagi yang melacur di Kota Bandung atau di luar Kota Bandung.

Bisa saja Kota Bandung agamis, tapi apakah perilaku semua penduduknya juga agamis? Ini persoalannya. Nah, kita balik saja paradigmanya: Perilaku penduduk Kota Bandung, terutama laki-laki, agamis, maka kota itu pun otomatis agamis.

Kita tunggu langkah konkret DPRD Kota Bandung untuk mendidik laki-laki agar perilakunya agamis sehingga tidak ada lagi yang (akan) melacur. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun