Ketika banyak negara gencar menjalankan program penanggulangan HIV/AIDS dengan cara-cara yang konkret, di Indonesia justru terjadi ’perang’ jargon dan wacana penanggulangan HIV/AIDS.
’Perlombaan’ membuat peraturan daerah (perda) penanggulangan HIV/AIDS terus berlangsung. Sudah 56 daerah mulai dari provinsi, kabupaten dan kota yang menelurkan perda.
Sayang, perda-perda itu tidak mempunyai program penanggulangan HIV di hulu. Maka, tidak masuk kalau kemudian Pemkat Kutai Barat (Kubar), Kaltim, mencanangkan diri sebagai daerah ’bebas HIV/AIDS’ (Target Kubar Bebas HIV/AIDS. Pemkab Bentuk Komisi Penanggulangan, www.kaltimpost.co.id, 8/12-2012).
Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kubar sampai Desember 2011 dilaporkan 28. Tapi, perlu diingat bahwa kasus ini tidak menggambarkan kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakat. Epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Artinya, kasus yang terdeteksi (28) hanya bagian kecil dari kasus yang ada yang digambarkan sebagai puncak gunung es yang menyembul ke atas permukaan air laut. Sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).
Bagaimana langkah konkret Pemkab Kubar mencapai ’bebasHIV/AIDS’?
Menurut Bupati Ismail Thomas, dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kubar Aminuddin: ”Makanya kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga-lembaga sosial, unsur pendidik (guru), agar kiranya dapat melakukan penyuluhan terhadap bahaya HIV/AIDS ini di lingkungan kerja dan tempat tinggal masing-masing.“
Persoalannya adalah materi HIV/AIDS yang dijadikan bahwa penyuluhan tidak akurat karena dibumbui dengan moral sehingga yang ditangkap masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).
Disebutkan pula: “Sehingga, target penurunan jumlah penderita baru HIV/AIDS untuk masa mendatang bisa terealisasi sebagaimana kesepakatan Millenium Development Goals (MDG).”
Celakanya, tidak ada langkah atau program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru (di hulu), terutama pada laki-laki ’hidung belang’ melalui hubungan seksual dengan pekerja seks.
Asisten I Bidang Pemerintahan, Hukum dan Humas Sekretariat Kabupaten Kubar, Edyanto Arkan mengimbau, kepada para camat–camat se-Kubar mengawasi wilayahnya secara perketat terhadap penyebaran virus HIV/AIDS.
Apa yang akan dilakukan Pak Camat untuk ’ mengawasi wilayahnya secara perketat terhadap penyebaran virus HIV/AIDS’?
Penyebaran HIV tidak bisa dilihat dengan kasat mata karena orang-orang yang mengidap HIV/AIDS tidak bisa dikenali dari fisiknya. Lebih dari 90 persen penularan HIV terjadi tanpa disadari oleh yang menularkan dan yang ditulari.
Maka, jika tidak ada langkah konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV tentulah wacana Kab Kubar ’bebas HIV/AIDS’ hanya angan-angan. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H