Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perda AIDS Kota Banjarmasin Kelak Hanya ‘Macan Kertas’?

11 April 2012   01:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:46 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai sekarang sudah 56 daerah, mulai dari provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia yang mempunyai peraturan daerah (perda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Perda-perda itu tidak ada yang jalan karena tidak menukik ke akar persoalan yaitu pencegahan dan penanggulangan HIV, tapi beberapa daerah tetap saja merancang perda AIDS.

Pemerintah Kota Banjarmasin dikabarkan merancang perda AIDS sebagai upaya untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS (Banjarmasin Membuat Perda Cegah Berjangkitnya AIDS, antara, 3/3-2012).

Seperti diutarakan oleh Ketua panitia khusus (Pansus) Rancangan Perda (Raperda) tentang AIDS DPRD Banjarmasin, M Dafik As`ad: "Melihat sudah banyaknya warga Banjarmasin terjangkit AIDS, maka dipandang perlu adanya peraturan daerah (perda) guna menangkal penyakit itu."

Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Banjarmasin mencapai 83 yang terdiri atas 50 HIV dan 33 AIDS. Angka ini jelas tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat karena banyak yang sudah mengidap HIV/AIDS tidak menyadarinya. Ini terjadi karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka.

Pertanyaannya adalah: Mengapa banyak warga Kota Banjarmasin (dan kota lain) yang tertular HIV?

Ada sepuluh kemungkinan yang membuat banyak warga Kota Banjarmasin yang tertular HIV, yaitu:

(1) Laki-laki dan perempuan dewasa heteroseks (laki-laki dengan perempuan dan sebaliknya) yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti di wilayah Kota Banjarmasin, di luar wilayah Kota Banjarmasin atau di luar negeri.

(2) Laki-laki dewasa heteroseks yang tertular HIV melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), waria, atau perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Kota Banjarmasin, di luar wilayah Kota Banjarmasin atau di luar negeri.

(3) Laki-laki dewasa heteroseks yang tertular HIVmelalui hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang dikenal sebagai Laki-laki Suka (Seks) Laki-laki atau LSL.

(4) Perempuan dewasa, dalam hal ini istri sah, istri simpanan, istri nikah siri, dan pasangan ’kumpul kebo’ yang mempunyai pasangan laki-laki yang mengidap HIV/AIDS.

(5) Laki-laki dan perempuan dewasa yang tertular HIV melalui jarum suntik pada penyalahgunaan narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) secara bersama-sama dengan bergantian di wilayah Kota Banjarmasin, di luar wilayah Kota Banjarmasin atau di luar negeri.

(6) Perempuan dewasa, dalam hal ini istri sah, istri simpanan, istri nikah siri, dan pasangan ’kumpul kebo’ yang mempunyai pasangan laki-laki yang mengidap HIV/AIDS pada komunitas pengguna narkoba suntikan

(7) Laki-laki dewasa, dalam hal ini suami sah, selingkuhan, atau pasangan ’kumpul kebo’ yang mempunyai pasangan peremupuan yang mengidap HIV/AIDS pada komunitas pengguna narkoba suntikan.

(8) Bayi yang tertular dari ibunya yang mengidap HIV/AIDS secara vertikal ketika dalam kandungan, sewaktu persalinan atau dalam proses menyusui.

(9) Laki-laki dan perempuan yang tertular HIV melalui transfusi darah.

(10) Laki-laki dan perempuan yang tertular HIV melalui alat-alat kesehatan, jarum,dll.

Maka, yang perlu dilakukan adalah melakukan intervensi agar risiko penularan HIV melalui 10 poin di atas tidak terjadi pada masyarakat Kota Banjarmasin. Tentu saja dengan langkah-langkah yang konkret.

Dalam perda-perda AIDS yang sudah ada tidak satu pun intervensi yang konkret yang menukik langsung ke 10 hal di atas.

Disebutkan: ” .... Pansus DPRD setempat sudah bekerja menggodok Raperda agar menjadi Perda, dengan melakukan studi banding ke Kota Bekasi, serta meminta pengetahuan ilmu mengenai aids ke Kementerian Kesehatan RI di Jakarta.”

Perda AIDS Kota Bekasi sendiri juga tidak lebih dari copy-paste perda-perda yang sudah ada. Perda Kota Bekasi No 3/2009 tanggal 10/6-2009 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Bekasi adalah perda ke-36 dari 56 perda sejenis di Indonesia. Dan tidak lebih hanya copy-paste dari perda yang sudah ada.

Kalau kelak Perda AIDS Kota Banjarmasin itu hanya copy-paste dari Perda AIDS Kota Bekasi tentulah tidak ada manfaatnya karena Perda AIDS Kota Bekasi pun tidak menawarkan cara-cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang konkret.

Maka, yang perlu ada dalam Perda AIDS Kota Banjarmasin adalah langkah konkret sebagai intervensi terhadap 10 kemungkinan penyebaran HIV/AIDS di atas.

Tanpa ada langkah konkret, maka perda itu pun kelak sama seperti perda-perda lain hanya hiasan arsip belaka. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun