Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pekerja Seks Tanpa Cek Kesehatan, Laki-laki ‘Hidung Belang’ Tanpa Kondom

10 April 2012   08:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:48 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Para Pekerja Seks Komersial (PSK) di Wanam (Kab Merauke, Prov Papua-pen.) kini bebas beroperasi tanpa pemeriksaan kesehatan secara rutin dari tenaga kesehatan. Pasalnya saat ini tenaga kesehatan sangat minim.” (Pekerja Seks Komersial di Wanam Bebas Beroperasi, Tanpa Pemeriksaan Kesehatan Rutin, www.cenderawasihpos.com, 4/4-2012).

Jika yang dimaksud dengan ‘pemeriksaan kesehatan secara rutin’ adalah survailans tes IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.) serta HIV maka amatlah gegabah kalau ‘pemeriksaan kesehatan secara rutin’ dijadikan sebagai indikator bagi PSK.

Pertama, jika survailans tes IMS dilakukan setiap bulan maka rentang waktu antar tes ada kemungkinan penularan IMS dari laki-laki ‘hidung belang’ ke PSK dan sebaliknya. Kalau satu malam seorang PSK meladeni tiga laki-laki, maka setiap bulan ada 60 laki-laki (1 PSK x 3 laki-laki x 20 hari kerja) yang berisiko menularkan dan tertular IMS.

Kedua, kalau ‘pemeriksaan kesehatan secara rutin’ adalah survailans tes HIV, maka lebih gegabah lagi karena setiap saat di rentang waktu tes bisa saja terjadi penularan HIV kepada PSK dan sebaliknya. Kalau reagent tes HIV yang dipakai adalah ELISA, maka tes HIV akan akurat jika yang menjalani tes HIV sudah tertular HIV minimal tiga bulan (Lihat Gambar).

Kalau rentang tesHIV dilakukan satu bulan, maka setiap bulan ada 60 laki-laki (1 PSK x 3 laki-laki x 20 hari kerja) yang berisiko menularkan dan tertular HIV.

Terkait dengan risiko tertular IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus yang penting bukan ‘pemeriksaan kesehatan secara rutin’ PSK, tapi laki-laki ‘hidung belang’ harus melakukan hubungan seksual yang aman yaitu memakai kondom dari awal sampai ejakulasi.

KPA Kab Merauke pernah membuat aturan yang menyesatkan yaitu memasang bendera merah di bar jika ada PSK di bar itu yang mengidap HIV. Sebaliknya, kalau tidak ada yang mengidap HIV dipasang bendera putih (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/16/tindakan-kpa-merauke-papua-menyesatkan/).

Ini merupakan langkah yang menyesatkan karena setiap saat bisa seorang PSK tertular HIV dari laki-laki dan pada saat yang sama ada pula risiko laki-laki lain tertular HIV dari PSK.

Kebijakan di Kab Merauke pun selalu tidak realistis. Misalnya, memenjarakan PSK yang terdeteksi mengidap IMS. Tanpa disadari oleh Pemkab Merauke laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK dan yang tertular IMS dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/05/31/aids-di-merauke-papua-psk-digiring-ke-bui-pelanggan-suami-menyebarkan-hiv-ke-istri/).

Perda AIDS Kab Merauke sendiri tidak memberikan langkah yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/15/perda-aids-merauke-hanya-%E2%80%98menembak%E2%80%99-psk/ dan http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/08/perda-aids-kab-merauke-laki-laki-tidak-pakai-kondom-%E2%80%98lolos%E2%80%99-dari-sanksi-pidana/).

Kepala Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR) RSUD Merauke, dr Inge Silvia, tahun 2011 di Wanam beroperasi 40 PSK. Di antara mereka ada yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Dengan 40 PSK berarti setiap malam ada 120 laki-laki yang berisiko tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus.

Adalah tindakan yang arif kalau paradigma memandang epidemi HIV dibalik. Artinya, persoalan bukan pada PSK, tapi pada laki-laki dewasa lokal. Yaitu, laki-laki diharuskan memakai kondom, dengan regulasi dan pemantauan yang konkret, jika sanggama dengan PSK.

Sayang, cara yang realistis ini ditampik. Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian insiden infeksi HIV baru pada laki-laki ’hidung belang’ akan terus terjadi.

Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan suami mereka tidak memakai kondom jika sanggama dengan PSK. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun