“Pemerintah Kabupaten Bandung menyiapkan sedikitnya 155 kader dari berbagai unsur untuk menanamkan kesadaran kepada masyarakat dalam pencegahan HIV-AIDS. Mereka diwadahi secara khusus dalam kelompok Warga Peduli Aids (WPA).” Ini lead berita “Menanamkan Kesadaran. 155 Kader Warga Peduli AIDS Mencegah Penyebaran HIV-AIDS” (www.pikiran-rakyat.com, 30/3-2012).
Terkait dengan pernyataan itu kegiatan tsb. sudah menyamaratakan perilaku semua orang (masyarakat) terkait dengan risiko tertular HIV.
Orang-orang yang dijangkau untuk menanamkan kesadaran agar tidak menjadi mata rantai penyebaran HIV adalah orang-orang yang perilakunya berisiko, yaitu:
(a). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kab Bandung, di luar wilayah Kab Bandung atau di luar negeri.
(b)Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di wilayah Kab Bandung, di luar wilayah Kab Bandung atau di luar negeri.
(c). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Kab Bandung, di luar wilayah Kab Bandung atau di luar negeri.
Persoalannya adalah: Apakah kader-kader WPA itu bisa mengenali orang-orang dimaksud?
Tentu saja tidak! Maka, yang diperlukan bukan penyadaran tapi memberikan langkah atau cara-cara yang konkret untuk melindungi diri agar tidak tertular HIV.
Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Bandung per Desember 2011 tercatat 200 yang terdiri atas 44 HIV dan 156 AIDS (www.bandungkab.go.id).
Jika dilihat angka kasus itu, maka 156 kasus AIDS menunjukkan penderitanya sudah tertular antara tahun 1996 dan 2006 (secara statistik masa AIDS terjadi setelah tertular HIV antara 5 – 15 tahun).
Asisten Pemerintahan Kabupaten Bandung, Yudi Haryanto: “Sejak 2000, jumlah penderita HIV-AIDS terus meningkat cepat.”
Pernyataan ini menunjukkan pemahaman yang sangat rendah terhadap HIV/AIDS. Pelaporan HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus baru ditambah kasus lama. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus tidak akan pernah turun, bahkan biar pun semua pengidap HIV/AIDS meninggal.
Terkait dengan menanamkan kesadaran yang dilakukan oleh kader WPA: Berapa rentang waktu yang dibutukhan agar seseorang sadar sehingga tidak melakukan perilaku berisko tertular HIV?
Yang perlu diingatadalah selama proses penyadaran insiden yang dilakukan oleh kader WPA insiden infeksi HIV baru, terutam apada laki-laki melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks, akan terus terjadi. Pada gilirannya laki-laki yang tertular HIV akan menularkan HIV kepada istrinya. Kalau istrinya tertular, maka ada pula risiko penularan ke bayi yang dikandungnya kelak.
Pertanyaan berikutnya adalah: Apakah ada kepastian orang-orang yang dijangkau kader WPA akan otomatis tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV lagi?
Pencegahan HIV, terutama melalui hubungan seksual, bisa dilakukan dengan cara-cara yang realistis dan faktual yaitu tidak melakukan hubungan seksual tanpa kondon, di dalam dan di luar nikah, dengan orang yang mengidap HIV/AIDS.
Persoalannya adalah kita tidak bisa mengenali orang-orang yang sudah mengidap HIV. Maka, hindarilah perilaku (a), (b) dan (c) di atas.
Maka, kalau saja Pemkab Bandung mau memutar otak tentulah langkah yang konkret bisa dilakukan.
Bagi laki-laki yang perilakunya berisiko dibaut regulasi yang mengharuskan laki-laki memakai kondom jika melakukan perilaku (a) dan (c).
Jika tidak ada langkah konkret, maka Pemkab Bandung tinggal menunggu waktu saja untuk ‘panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H