Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tanah Papua Menanggapi HIV/AIDS dengan (Sudut Pandang) Moral

18 Maret 2012   06:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:53 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* Memulangkan PSK yang terdeteksi HIV/AIDS dijadikan tonggak penanggulangan HIV/AIDS

Yulia Beanal: Pulangkan PSK Yang Terjangkit HIV/AIDS Dari TimikaIni judul berita di www.suarapapua.com (12/3-2012).

Sebagai tokoh Perempuan yang juga seorang pegawai pada bagian Penanggulangan IMS Unit Pelayanan VCT/Reproduksi Puskesmas Timika, Prov Papua, tentulah pernyataan Yulia itu tidak masuk akal karena ada fakta yang luput dari perhatiannya. Bisa jadi, maaf, Yulia memakai moralitasnya sendiri sehingga fakta (di)-hilang-(kan).

(1) Apakah semua PSK yang masuk ke Timika menjalani tes sebelum mulai ’praktek’ sebagai PSK? Kalau jawabannya ”Tidak”, maka ada kemungkinan PSK itu tertular HIV dari laki-laki dewasa penduduk lokal, bisa asli atau pendatang. Kondisi ini menunjukkan secara faktual ada penduduk lokal, asli atau pendatang, yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi. Kalau laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK itu mempunyai istri maka ada risiko penularan HIV (horizontal) kepada istrinya melalui hubungan seksual tanpa kondom. Kalau istrinya tertular HIV, maka ada pula risiko (vertikal) penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

(2) Ada kemungkinan PSK yang terdeteksi HIV/AIDS di Timika sudah mengidap HIV/AIDS ketika tiba di Timika. Kondisi ini membuat laki-laki lokal, asli atau pendatang, berisiko tertular HIV jika mereka sanggama dengan PSK tanpa kondom. Kalau laki-laki yang tertular HIV dari PSK mempunyai istri maka ada risiko penularan HIV (horizontal) kepada istrinya melalui hubungan seksual tanpa kondom. Kalau istrinya tertular HIV, maka ada pula risiko (vertikal) penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Dua fakta itulah yang luput dari perhatian Yulia. Padahal, maaf, dia bekerja di bidang yang erat kaitannya dengan epidemi IMS dan HIV. Itu membuktikan Yulia tidak berbicara dengan kapasitasnya sebagai tenaga medis, tapi sebagai pribadi lokal yang memakai moralitasnya sendiri dalam melihat dan membaca fakta di realitas sosial.

Kasus HIV/AIDS pertama di wilahah Kab Mimika terdeteksi tahun 1996. Tapi, jika dikaitkan disimak dari kaca mata epidemiologi HIV/AIDS, maka di Mimika sudah ada penduduk yang mengidap HIV/AIDS antara tahun 1981 dan 1991 (Lihat Gambar 1).

[caption id="attachment_166780" align="aligncenter" width="417" caption="Gambar 1"][/caption] Seandainya di Timika sama sekali tidak ada pelacuran, itu pun tidak menjamin tidak akan ada penduduk Timika yang mengidap HIV karena bisa saja penduduk Timika tertular di luar wilayah Timika atau di luar negeri.

Disebutkan Yulia merasa sedih melihat persoalan HIV dan AIDS di Mimika yang sangat memprihatinkan.

Pertanyaannya adalah: Siapa yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di Timika?

Karena Yulia berpijak pada moralitas dirinya dengan sudut pandang (isme) Papua, maka dia akan menunjuk PSK. Tapi, tunggu dulu. Anda mengabaikan fakta (1)dan (2). Kalau tidak ada laki-laki Timika yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan tentulah tidak ada penduduk Timika yang tertular HIV dengan faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual.

Di Gambar 2 bisa dilihat ada laki-laki lokal, asli atau pendatang, yang menularkan HIV kapada PSK. Sebaliknya, ada pula laki-laki lokal, asli atau pendatang, yang tertular HIV dari PSK (Lihat Gambar 2).

[caption id="attachment_166781" align="aligncenter" width="490" caption="Gambar 2"]

1332050216143520293
1332050216143520293
[/caption]

Yulia menunjuk Perda AIDS Prov Papua yang menetapkan PSK yang terdeteksi HIV/AIDS dipulangkan ke daerah asalnya. Tapi, Yulia khilaf atau, maaf, sengaja tidak mempertimbangkan bahwa laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK (kondisi 1 dan 2) menjadi mata rantai penyebaran HIV di Mimika khususnya dan di Papua umumnya.

Perda AIDS Prov Papua pun sama sekali tidak menawarkan cara-cara yang konkret dalam menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/08/06/eufemisme-dalam-perda-aids-prov-papua/).

Yulia dikabarkan mengeluh karena: “Tapi sampai sekarang Perda itu belum dilaksanakan.”

Satu hal yang perlu diingat perda itu jauh kedudukannya di bawah undang-undang (UU). Tidaka ada UU nasional dan intenasional yang mengatur pemulangan PSK yang terdeteksi HIV di satu daerah atau negara. Maka, Perda AIDS Prov Papua itu melanggar asas karena bertentang dengan UU serta merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM). Yang tidak masuk akal rakyat Papua berteriak-teriak soal HAM, tapi tanpa mereka sadari mereka sudah menghasilkan perda yang justru melanggar HAM.

Menurut Yulia: ” .... penularan HIV maupun Infeksi Menular Seksual (IMS) itu seperti mata rantai yang susah diputuskan. Sehingga satu-satunya cara adalah dengan memutuskan mata rantai itu, caranya dengan memulangkan PSK-PSK yang sudah terjangkit HIV/AIDS.”

Pernyataan Yulia ini menunjukkan penggelapan fakta yaitu kondisi (1) dan (2). Biar pun PSK yang terdeksi HIV/AIDS dipulangkan, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK bisa jadi penduduk lokal (asli) justru tidak terdeteksi dan menyebarkan HIV secara horizontal di masyarakat, terutama malalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah (Lihat Gambar 3).

[caption id="attachment_166782" align="aligncenter" width="508" caption="Gambar 3"]

1332050254362112253
1332050254362112253
[/caption]

Yulia kembali menegaskan: “Pemda (KPA) harus pulangkan PSK yang terbukti kena penyakit HIV, jangan KPA tutup mata. Kalau tidak dengan cara begini, maka sampai kapanpun jumlah penderita HIV di Timika tidak akan turun. Jangan mimpi Timika bebas dari HIV/AIDS. Harus putuskan mata rantai supaya tidak ada orang lain yang tertular.”

Yulia rupanya lagi-lagi tidak memakai pengetahuannya sebagai tenaga medis ketika memberikan keterangan kepada wartawan. Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya. Maka, tidak akan mungkin jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS berkurang atau turun biar pun semua penderitanya mati.

Tidak akan mungkin ada daerah, seperti Timika, bisa bebas HIV/AIDS karena penularan terus terjadi di masyarakat. Ini terjadi karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka.

Kalau saja Yulia mau melihat dengan mata hati upaya penanggulangan HIV/AIDS di Thailand tentulah komentarnya tidak akan sembarang. Yang bisa dilakukan terkait dengan epidemi HIV/AIDS adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru, khususnya pada laki-laki dewasa, melalui hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir.

Nah, di Timika kan ada lokasi pelacuran yaitu ”Kilometer 10”. Nah, lokasi pelacuran ini diregulasi menjadi lokalisasi agar germo terikat dengan hukum karena mereka diberi izin usaha.

Program yang dijalankan Thailand adalah ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki yang ngamar dengan PSK. Posisi tawar PSK sangat rendah untuk memaksa laki-laki memakai kondom. Maka, yang mengawasi program ini justru germo karena kekuasaan ada pada germo.

Izin usaha itu adalah pintu masuk untuk menindak germo karena kalau PSK yang ditindak tidak ada manfaatnya. Satu PSK ditangkap, maka puluhan PSK ’baru’ akan menggantikan posisi PSK yang ditangkap itu.

Secara rutin PSK menjalani survailans tes IMS. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS itu membuktikan PSK itu meladeni laki-laki tanpa kondom. Germo pun diberikan sanksi hukum.

Celakanya, di Indonesia yang jadi ’sasaran tembak’ justru PSK, sepertiyang sudah diterapkan di Kab Merauke (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/05/31/aids-di-merauke-papua-psk-digiring-ke-bui-pelanggan-suami-menyebarkan-hiv-ke-istri/).

Yulia berkeluh-kesah: “Saya kuatir masyarakat saya tujuh suku dan Papua lain bisa habis (Punah). Saya sebagai perempuan Papua dari suku Amungme merasa sedih melihat kenyataan ini.”

Memang, kalau penyebaran HIV di Papua tidak ditangani dengan cara-cara yang konkret, maka tidak tertutup kemungkinan ada suku yang punah (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2011/06/26/menyelamatkan-suku-suku-tanah-papua-dari-ancaman-aids/).

Ya, caranya pakai akal sehat, dong. Ajak laki-laki asli Papua agar tidak melacur, atau kalau tetap mau melacur pakai kondom. Ini realistis, sedangkan cara yang Anda sampaikan yaitu memulangkan PSK yang terdeteksi HIV ke daerahnya tidak ada manfaatnya. Lagi pula biaya pemulangan dibebankan kepada ’bos’ PSK, seperti yang diatur di perda.

Memulangkan PSK yang terdeteksi HIV sudah lama dilakukan oleh Pemprov Riau dan Pemprov Kepulauan Riau (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/10/pemulangan-pekerja-seks-komersial-psk-yang-terdeteksi-hiv-positif-ke-daerah-asalnya/).

Apakah ada hasilnya? Ya, tidaklah. Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK yang dipulangkan itu dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK yang dipulangkan itu melanggang di masyarakat sebagai mata rantai penyebaran HIV.

Penanggulangan HIV/AIDS, seperti yang diatur dalam perda-perda AIDS di Papua, tidak akan berguna karena tidak ada langkah yang konkret. Celakanya, Papua justru menawarwkan sunat yang disebut bisa menurunkan risiko dan mengabaikan kondom yang sudah terbukti bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/03/20/aids-di-papua-sunat-bisa-menjerumuskan-karena-dianggap-kondom-alam/).

Coba simak pernyataan Sekretaris KPA Mimika, Reynold Ubra, ini: ”Perda HIV mengatur tentang sangsi-sangsi termasuk sangksi pidana jika secara sengaja menularkan HIV dan IMS ke orang lain.”

Reynold lupa rupanya. Lebih dari 90 persen kasus penularan HIV justru terjadi tanpa disadari. Perda AIDS Mimika pun tidak memberikan langkah konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/09/perda-aids-kab-mimika-papua-tidak-menawarkan-cara-pencegahan-yang-konkret/).

Roynold buka suara: “Pemulangan siap dilakukan.”

Ya, silakan saja mereka dipulangkan. Tapi, apakah Anda menyadari penyebaran HIV akan terus terjadi biar pun PSK yang mengidap HIV sudah dipulangkan?

Agaknya, Yulia dan Reynold mengabaikan fenomena yang terjadi dalam epidemi HIV/AIDS itu. Maka, tidaklah mengherankan kalau kelak Pemkab Mimika memetik hasil dari ’ledakan AIDS’, bahkan, semoga tidak terjadi, ada suku yang punah. ***[Syaiful W. Harahap]***

Catatan: Terkait dengan komentar saya di situs suarapapua.com yang mengomentari pernyataan Yulia tsb., saya menerima tanggapan. Berikut ini tanggapan yang saya copy sampai 17/3-2012 pukul 21.00.

Syaiful W. Harahap: Pulangkan PSK Yang Terjangkit HIV/AIDS Dari Timika. Ini pernyataan Yulia Beanal, tokoh Perempuan sekaligus sebagai seorang pegawai pada bagian Penanggulangan IMS Unit Pelayanan VCT/Reproduksi Puskesmas Timika (Suara Papua, 12/3-2012). Ternyata latar belakang pekerjaannya tdk bisa membuatnya berbicara dg nalar. Yulia, tlg pikirkan: siapa, sih, yg menularkan HIV kpd PSK? Lalu, siapa pula laki2 yg sdh melakukan hubungan seksual tanpa kondom dg PSK? Ya, tentu saja ada orang asli Papua. Biar pun PSK dipulangkan, cara ini saja sdh melanggar HAM padahal kalian di Papua teriak2 soal HAM, laki2 yg menularkan HIV kpd PSK dan laki2 yg tertular HIV dr PSK jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah (13/3)

A Lee Gonk · Bridgewater - Raritan High School. “ …. mungkin maksudnya gini xx pak, pulangkan aja embernya yg udah kotor, tar cari lg yg masi bersih...gitu xxx...”

Syaiful W. Harahap: @A Lee Gonk, trims.... tapi ini serius krn cara berpikir yg jungkur balik justru menghambat penanggulangan HIV/AIDS ....

A Lee Gonk · Bridgewater - Raritan High School: “ …. susah jg ya dari mana mulai memberantasnya....soalnya HIV/AIDS cara penularannya bisa melalui apa saja, bkn cuma melalui hubungan sex.....barang x karantinakan saja orang" dengan resiko tertinggi, termasuk para laki" yg suka jajan itu...........entahlah....”

Syaiful W. Harahap: @A Lee Gonk, penularan HIV hanya melalui empat cara, yg paling banyak hubungan seksual krn banyak yg melakukan dan sering dilakukan.....siapa yg Anda maksu orang2 risiko tinggi? PSK? Lho, laki2 yg menularkan dan tertular HIV dr PSK ada di masyarakat....ya, lihat dong pengalaman negara lain... Thailand bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki2 dewasa ..... pelacari baru terapak di Papua

Oktovianus Pogau · Berlangganan · Pemred di Suarapapua.com: “Sobat Syaiful dan A Lee Gong; apakah sudah pernah ke Papua? Lebih khusus apakah sudah pernah ke Timika?”

Syaiful W. Harahap: @Oktovianus, puji syukur.... saya sudah beberapa kali melatih wartawan di Jayapura, Manokwsari dan Sorong tt penulisan AIDS.....

Mespech Tigipeku · UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: “Bar-bar yang berdekat-dekatan sangat mempengaruhi, Kepada penegak hukum daerah Timika layakkah ini dibiarkan”???

Syaiful W. Harahap: @Mespech, maaf, semua tergantung kepada diri kita masing2.... jg pergi melacur....selamat...

Nogat Namba Nogatnem · STPDN/IPDN: “ …. semua ini ada dlm program pemerintah NKRI sejak dahulu yakni utk membasmi OAP...Perda tinggal Perda....program genocide utk OAP jalan trus.”

Syaiful W. Harahap:@Nogat, maaf, tdk baik menduga2... klu pun itu benar kuncinya kan ada pada Anda.... mengapa laki2 lokal mau main dg PSK tanpa kondom.....

Alberth Douglas Sorondanya · Works at Kabinet muramuma: “Lantas bagaimana solusi saudara Syaiful yg saya harap bernalar, untuk masalah ini... 1 orang PSK dipulangkan demi kemanusiaan, seperti yg sudah dijelaskan diatas, saya kira sama sekali bukan pelanggaran HAM… dengan memulangkan penderita, JELAS sdh memutus 1 rantai penyebaran AIDS di Papua, walaupun tidak memutuskan semua, paling tdk, lebih baik dari pd tdk sama sekali. Sama sekali tdk ada maksud diskriminasi, apalagi pelanggaran HAM.”

Alberth Douglas Sorondanya · Works at Kabinet muramuma: Paragraf ke 3, tertulis, ada peraturan daerah (PERDA),yg mengatur..mungkin PERDAnya yg salah atau bgmn?? @ saudara A Lee Gonk: mungkin bukan solusi terbaik,tp lebih baik ambil langkah itu dari pada terus duduk diam dan pikir mw memutusan mata rantai dari mana…. lebih baik mrayap dari pada trus memikirkan bagaimana cara berlari..

Syaiful W. Harahap: @Alberth, Anda jg lupa... yg menularkan HIV kepada PSK adalah laki2 lokal, kemudian ada lagi laki2 lokal yg tertular HIV.... maaf, kita habisi pun PSK yg mengidap HIV tdk menyelesaikan masalah krn di masyarakat ada laki2 yg mengidap HIV dan menjadi mata rantai penyebaran HIV... yg jadi mata rantai bukan PSK, tapi laki2 yg menularkan HIV kepada PSK dan laki2 yg tetular HIV dari PSK.... selama kt bicara pada tataran moral maka selam aitu pula fakta akan luput dr perhatian kita.....di Arab Saudi tdk ada p elacuran, tapi sdh dilaporkan 10.000 lebih kasus AIDS....

Auki G. Tekege – Subscribe: “Mungkin kita harus datangkan FPI ke Papua, biar mereka yang tutup?”

Syaiful W. Harahap: @Auki, biar pun di Papua tdk ada pelacuran bisa daja orang Papua main dil luar daerah tau luar negeri.... Lihat di Arab Saudi tdk ada hiburan malam, pub, pelacuran dll..tapi sdh dilaporkan lebih 10.000 kasus AIDS.....

Kamoro Nariki· Timika, Papua, Indonesia: “PSK/ Prostitusi = Perusak moral, pulangkan secara PAKSA..atau DITUTUP..!!!”

Syaiful W. Harahap: @Kamoro, maaf, kita bunuh pun PSK yg mengidap HIV/AIDS itu tdk menyelesaikan masalah krn ada laki2 lokal sdh menularkan HIV kepada PSK itu dan ada pula laki2 lokal yg sdh tertular HIV dari PSK itu.... nah, penyebaran HIV akan terus terjadi krn di masyarakat ada laki2 yg sdh mengidap HIV tapi tdk terdeteksi.... mari kita berpikir jernih....tdk dg emosi agar persoalan bsa kta selesaikan..... ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun