Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Manado Menghentikan Penyebaran HIV/AIDS dengan Razia PSK

7 Februari 2012   13:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:57 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Manado Robby Mottoh mengatakan akan melakukan razia terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) supaya menekan angka penderita HIV/AIDS.” (Pemko Manado Akan Razia PSK, Tribun Manado, 5/2-2012).

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Manado disebutkan 336. Tentu saja ini hanya bagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat karena penyebaran HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (336) digambarkan sebagai puncak gunung es yang menyembul ke atas permukaan air laut, sedangkan yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar 1).

Fakta yang luput dari perhatian Mottoh adalah yang menularkan HIV kepada PSK justru laki-laki penduduk Kota Manado, asli atau pendatang. Kemudian, ada pula laki-laki lokal, asli atau pendatang, yang tertular HIV dari PSK.

Di masyarakat penyebaran HIV dilakukan oleh laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK.

Jika Pemko Manado menangkap semua PSK, tapi yang bisa ditangkap tentulah PSK jalanan, itu tidak menjamin penyebaran HIV berhenti di Manado karena sudah ada laki-laki yang mengidap HIV (Lihat Gambar 2).

132862112927508115
132862112927508115

Mottoh mengatakan: "Kami terus berupaya untuk menekan angka HIV/AIDS di masyarakat, satu di antaranya dengan melakukan sweping terhadap PSK pada malam sampai dengan dini hari, dengan dipimpin langsung oleh Wakil Wali Kota Harley Mangindaan."

Praktek pelacuran tidak hanya terjadi pada malam sampai dini hari. Pagi hari, siang hari dan sore hari pun ada saja praktek pelacuran yang terjadi sembarang tempat, seperti di rumah, kos-kosan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang.

Yang perlu dilakukan Pemko Manado adalah melokalisir pelacuran sebagai bentuk regulasi agar program ’wajib kondom 100 persen’ bisa diterapkan. Program ini sudah membuahkan hasil di Thailand yang dibuktikan dengan penurunan insiden penularan HIV baru pada laki-laki dewasa yang menjalani tes mengikuti rekrutmen untuk berbagai dinas di negeri itu.

Menurut Mottoh, jika ada yang terjaring (PSK-pen.) mereka akan dibina sehingga tidak kembali turun ke jalan. Mottoh lupa kalau satu PSK ’ditangkap’ maka akan ada puluhan PSK ’baru’. Lagi pula program pembinaan terhadap PSK yang dilakukan sejak Orde Baru tidak membuhkan hasil karena programnya top-down (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/09/apriori-terhadap-pelacuran/).

Masih menurut Mottoh, PSK tsb. bukan tidak mungkin akan menyebarkan penyakit mematikan tersebut. Ini anggapan yang tidak konkret karena seperti disebutkan di atas bahwa yang menularkan HIV kepada PSK justru laki-laki lokal. Selain itu HIV/AIDS bukan penyakti yang mematikan. HIV adalah virus, sedangkan AIDS adalah kondisi seseorang yang sudah tertular HIV antara 5-15 tahun kemudian.

Dikabarkan Dinkes Manado tidak bosan-bosannya melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya HIV/AIDS, seperti melalui puskesmas.

Persoalannya adalah: Apakah informasi HIV/AIDS yang disampaikan kepada masyarakat benar-benar akurat? Soalnya, selama ini informasi HIV/AIDS yang disebarluaskan selalu dibumbui dengan moral sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah).

Sedangkan Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Manado, Umar Matto, pihaknya selalu melakukan sosialisasi dan membagikan kondom ke tempat-tempat hotspot yang ada di Manado.

Pertanyaannya adalah: Apakah ada mekanisme yang komprehensif untuk memantau penggunaan kondom?

Sayang, dalam peraturan daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS Prov Sulawesi Utara tidak ada pasal yang menawarkan program kondom dengan mekanisme pengawasan yang konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/24/menguji-peran-perda-hivaids-prov-sulawesi-utara/).

Jika tidak ada maka pembagian kondom itu tidak ada manfaatnya karena posisi tawar PSK sangat rendah untuk meminta laki-laki memakai kondom.

Data 2010 menunjukkan di Manado ada 498 PSK. Jika satu malam seorang PSK melayani tiga laki-laki, maka setiap malam ada 1.494 (1 PSK x 3 laki-laki) laki-laki yang berisiko tertular HIV.

Jika ada di antara laki-laki yang tertular HIV dari PSK itu beristri, maka ada pula risiko penularan HIV kepada istrinya. Jika istrinya tertular HIV, maka kelak ada pula risiko penularan HIV secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Langkah konkret yang perlu dilakukan Pemko Manado untuk memutus mata rantai penyebaran HIV bukan dengan merazia atau sweeping PSK, tapi melokalisir pelacuran sebagai bentuk regulasi agar program ’wajib kondom 100 persen’ bisa diterapkan.

Program ini sudah membuahkan hasil di Thailand yang dibuktikan dengan penurunan insiden penularan HIV baru pada laki-laki dewasa yang menjalani tes mengikuti rekrutmen untuk berbagai dinas di negeri itu.

Tanpa program yang konkret, maka penyebaran HIV di Kota Manado kelak akan membuahkan ‘ledakan AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun