Melihat gelagat cara-cara perdagangan dengan tawar-menawar di Malioboro yang tidak bisa dilakukan oleh pedagang lokal, maka pedagang lokal perlu dilatih agar bisa menawarkan barang dengan cara tawar-menawar. Kabarnya, pedagang lokal yang menempelkan harga kurang peminat karena pelancong lebih memilih barang yang dibeli dengan tawar-menawar.
Jika pedagang lokal tersisih tentu bisa membuka ruang untuk gesekan di ranah sosial. Awal tahun 1980-an sudah ada bibit-bibit pergesekan antara pedagang lokal dengan pedagang pendatang.
Ini merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi instansi terkait di Yogyakarta. Bisa juga menjadi tantangan untuk LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat.
Dengan bekal pelatihan diharapkan pedagang lokal bisa bersaing melalui tawar-menawar sehingga tidak tersisih dalam persaingan di kampung halamannya sendiri. *** [Syaiful W. HARAHAP] *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H