Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pergub AIDS Jawa Barat Menanggulangi AIDS di Hilir

28 Juni 2011   16:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:06 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemprov Jawa Barat (Jabar) sedang merancang peraturan daerah (Perda) tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Perda dirasakan perlu karena dari tahun 1989 sampai Desember 2010 sudah terdeteksi 5.680 kasus HIV/AIDS (3.512 HIV dan 2.618 AIDS). Tahun 2009 Kemenkes RI memperkirakan ada 23.413 kasus HIV/AIDS di Jabar.

Di Indonesia sudah ada 48 daerah mulai dari provinsi, kabupaten dan kota yang mempunyai Perda AIDS. Sedangkan di Jabar sudah ada lima daerah yaitu Kab Tasikmalaya (2007) dan Indramayu (2009), serta Kota Tasikmalaya (2008), Bekasi (2009), dan Cirebon (2010).

Dalam 48 perda tidak satu pun ada pasal yang konkret tentang cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Begitu pula dengan perda-perda AIDS di Jabar juga tidak menukik ke akar persoalan.

Perda AIDS Kab Tasikmalaya No 4/2007 tidak memberikan cara-cara pencegahan yang konkret. Begitu pula dengan Perda AIDS Kota Tasikmalaya No 2/2008 juga tidak menawarkan cara-cara penanggulangan yang realistis (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/25/menguji-peran-perda-aids-kabupaten-dan-kota-tasikmalaya/).

Sama halnya dengan Perda AIDS Kota Bekasi No 3/2009 yang juga hanya mengedepankan moral.

Hal yang sama juga terjadi pada Perda AIDS Kota Cirebon No 1/2010 yang tidak menawarkan cara-cara yang realistis untuk memutus mata rantai penyebaran HIV (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/08/24/menyibak-langkah-perda-aids-kota-cirebon/).

Seakan tidak mau ketinggalan Pemprov Jabar pun menelurkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 78 Tahun 2010 tanggal 18 November 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS. Sama seperti perda-perda yang sudah ada, pergub ini pun sama sekali tidak memberikan cara-cara yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV di Jabar.

Pada Bab IV tentang Pencegahan di pasal 5 ayat a angka 2 disebutkan: “Dalam rangka pencegahan HIV dan AIDS, dilakukan upaya kegiatan promosi perubahan perilaku, melalui peningkatan penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko.”

Celakanya tidak ada mekanisme yang konkret untuk mendorong peningkatan pemakaian kondom. Program-program pencegahan dengan sosialisasi kondom di Indonesia mengacu ke program ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki dewasa dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir di Thailand. Program ini berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa melalui hubungan seksual.

Tapi, mengapa program itu tidak bisa berjalan dengan efektif di Indonesia?

Pertama, tidak ada lokalisasi pelacuran yang merupakan regulasi. Pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia berlomba-lomba menutup lokalisasi pelacuran sehingga program pemakaian kondom tidak bisa diterapkan. Yang perlu diingat adalah tidak ada negara di dunia yang melegalkan pelacuran, yang ada adalah membuat regulasi yaitu dengan melokalisir pelacuran.

Kedua, program kondom yang dituangkan dalam perda-perda AIDS tidak memberikan cara pemantauan yang konkret. Thailand memantau program wajib kondom melalui mekanisme yang realistis. Germo atau mucikari diberikan izin usaha. Secara rutin dilakukan survailans tes IMS (infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, virus hepatitis B, klamidia, dll.) terhadap PSK. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo diberikan sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha karena hal itu membuktikan ada PSK yang meladeni laki-laki tanpa kondom.

KPA Merauke menerapkan cara yang terbalik dengan Thailand yaitu yang diberikan sanksi adalah PSK. Sudah beberapa PSK yang masuk bui karena meladeni laki-laki yang tidak memakai kondom. Celakanya, KPA Merauke lupa seorang PSK dibui, ratusan PSK (baru) akan menggantikan PSK yang ditangkap itu. Dan, laki-laki, bisa saja penduduk asli, yang menularkan IMS atau HIV kepada PSK tetap menjadi mata rantai penyebaran HIV (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/05/31/aids-di-merauke-papua-psk-digiring-ke-bui-pelanggan-suami-menyebarkan-hiv-ke-istri/).

Karena tidak ada mekanisme penerapan dan pemantauan maka pasal 5 ayat a angka 2 tidak bisa diterapkan di wilayah Jabar karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang merupakan hasil regulasi.

Pertanyaannya adalah: Apakah Pemprov Jabar bisa menjamin bahwa di Jabar tidak ada praktek pelacuran setelah semua lokalisasi pelacuran ditutup?

Kalau jawabannya BISA, maka tidak ada persoalan penyebaran HIV di Jabar dengan faktor risko (mode of transmission) hubungan seksual.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK BISA, maka ada persoalan besar yaitu penyebaran HIV dengan faktor risiko hubungan seksual. Ini dapat dilihat dari fakta yaitu kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ratusan ibu rumah tangga di Jabar. Fakta ini membuktikan bahwa suami mereka melakukan hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, dengan perempuan yang mengidap HIV, bisa PSK atau pasangan lain, tanpa kondom.

Pergub ini lebih banyak mengatur persoalan di hilir. Artinya, yang diurus adalah orang-orang yang sudah terdeteksi HIV/AIDS, seperti pengobatan, perawatan, rehabilitasi, dll. Ini artinya Pemprov Jabar menunggu penduduk tertular HIV dulu (di hulu).

Satu hal yang tidak muncul di Pergub ini adalah penanganan PSK asal Jabar yang dipulangkan dari daerah lain karena terdeteksi HIV (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/07/derita-panjang-seorang-odha/ dan http://sosbud.kompasiana.com/2010/12/08/media-massa-menceraiberaikan-keluarga-kartam/).

Begitu pula dengan tenaga kerja wanita (TKW) yang terdeteksi HIV/AIDS tidak dibicarakan dalam Pergub ini. Sudah ada kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada TKW yang baru pulang dari luar negeri (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/06/19/aids-di-majalengka-jawa-barat-terdeteksi-pada-tkw-yang-dipulangkan-dari-arab-saudi/).

Padahal, jika tidak ditangani secara komprehensif maka PSK dan TKW itu bisa membawa malapetaka bagi Jabar karena mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Jabar.

Kalau saja Pergub ini melihat realitas terkait dengan penyebaran HIV di masyarakat tentulah yang diatur adalah intervensi terhadap (perilaku) laki-laki dewasa yaitu mewajibkan memakai kondom jika melakukan hubungan seksual berisiko.

Langkah kedua adalah mewajibkan laki-laki yang perilakunya berisiko memakai kondom jika sanggama dengan istrinya. Kalau Langkah terakhir untuk memutus mata rantai penyebaran HIV di Jabar adalah menerapkan pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.


Langkah kedua itu penting karena di Bandung saja, misalnya, dari 2.200 kasus kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkan sampai Desember 2010 ternyata 7 persen atau 154 kasus terdeteksi di kalangan ibu-ibu rumah tangga.. Sedangkan kasus pada bayi/anak mencapai 4 persen atau 88 pada rentang usia 0-14 tahun (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/04/05/aids-pada-ibu-rumah-tangga-di-bandung-jabar-bukti-suami-tidak-pakai-kondom/).

Dalam Pergub diatur di pasal 5 ayat c yaitu: ”Dalam rangka pencegahan HIV dan AIDS, dilakukan upaya pencegahan risiko penularan dari ibu ke bayi (preventive mother to child transmition/PMTCT) dilakukan melalui pemberian anti retro viral (ARV) pada masa kehamilan, proses persalinan melalui Cesar serta pemberian pengganti Air Susu Ibu.” Namun, dalam Pergub tidak ada mekanisme yang konkret untuk mendeteksi HIV di kalangan perempuan hamil.

Kalau saja perancang Perda AIDS Jabar belajar dari Perda-perda AIDS yang sudah ada di Jabar dan Pergub Jabar tentang AIDS tentulah Perda AIDS Jabar kelak bisa diandalkan untuk menanggulangi AIDS. Tapi, draft Raperda AIDS Jabar tidak menawarkan pasal-pasal yang lebih baik dari perda dan pergub yang sudah ada. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun