Ternyata kasus-kasus infeksi menular seksual (IMS, seperti GO, sifilis, hepatitis B, dll.) dan HIV/AIDS di kalangan dewasa yang bisa dilihat dari kasus IMS dan HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga tidak menjadi perhatian. Itulah yang terjadi di Pontianak. Yang disorot justru kasus IMS, juga disebut sebagai ‘penyakit kelamin’ pada remaja atau pelajar di ‘Kota Khatulistiwa’ itu. Ini yang muncul di berita “Banyak Pelajar Terinfeksi Penyakit Kelamin” (www.jpnn.com, 4/6-2011).
Disebutkan: ‘Remaja di Kota Pontianak terindikasi Infeksi Menular Seksual (IMS) atau mengalami penyakit kelamin dua tahun terakhir cenderung meningkat. Mereka tertular akibat pergaulan bebas atau terlibat dalam dunia prostitusi.’ Ini data yang dilansir oleh Yayasan Nanda Dian Nusantara, lembaga sosial yang bergerak dibidang perlindungan anak. Data di yayasan ini menunjukkan tahun 2010 tercatat 111 anak di Kota Pontianak tertular IMS dan pada tahun 2011 naik menjadi 130.
Data ini tidak jelas. Apakah kasus 2011 merupakan kasus tahun 2010 yang ditambah dengan kasus tahun 2011? Angka ini lagi-lagi menohok remaja karena tidak ada perbandingan dengan kasus IMS pada kalangan dewasa. Akibatnya, ada kesan yang tertular IMS di Pontianak hanya remaja.
Selain itu ada pula pernyataan yang tidak akurat yaitu ‘tertular akibat pergaulan bebas atau terlibat dalam dunia prostitusi’. Ini ngawur bin ngaco karena penularan IMS tidak ada kaitannya secara langsung dengan sifat hubungan seksual (‘pergaulan bebas’ dan ‘prostitusi’), tapi terkait langsung dengan kondisi hubungan seksual yaitu remaja-remaja itu tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan laki-laki atau perempuan yang mengidap IMS. Ini fakta.
Ketua yayasan, Devi Taemona, mengatakan: ‘ …. setiap hari setidaknya dua pelajar datang ke yayasan. Mereka kebanyakan positif tertular IMS." Tidak jelas dari mana diketahui pelajar itu sudah tertular IMS. Apakah remaja itu sudah memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit sehingga mereka mengetahui sudah tertular IMS, atau diperiksa di yayasan?
Kasus IMS pada remaja di Pontianak ini menunjukkan pemahaman mereka terhadap kesehatan reproduksi yang sangat rendah sehingga mereka menjadi korban.
Celakanya, pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja tidak komprehensif sehingga yang diketahui remaja pun tidak akurat. Ada kesan informasi tentang seksualitas kepada remaja dibatasi dan dibalut dengan moral.
Ada anggapan kalau remaja diberikan pengetahuan yang komprehensif tentang seksualitas maka mereka akan melakukan hubungan seksual. Ini ‘kan yang ada di otak kalangan dewasa yang bisa saja bertolak dari pengalaman mereka ketika remaja.
Apakah remaja yang mengetahui masalah seksualitas secara komprehensif atau lengkap otomatis akan melakukan hubungan seksual? Tentu saja tidak!
Apakah remaja yang tidak mengetahui masalah seksualitas secara komprehensif atau lengkap otomatis tidak akan melakukan hubungan seksual? Tentu saja tidak!
Dorongan hasrat seksual pada masa remaja sangat besar dan tidak bisa diganti dengan kegiatan lain. Maka, remaja harus mendapatkan informasi yang akurat tentang seksualitas. Atau, kalangan dewasa yang di masa remajanya tidak pernah melakukan hubungan seksual pranikah memberikan cara yang mereka lakukan dahulu mengatasi dorongan seksual secara jujur.
Selama informasi tentang seksulitas tidak diberikan secara komprehensif kepada remaja selama itu pula mereka akan menjadi korban. Jumlah remaja yang tertular IMS dan HIV akan terus bertambah karena mereka tidak mengetahui cara-cara melindungi diri agar tidak tertular IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H