Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Kota Pontianak: Banyak yang Tertular HIV Belum Terdata

23 Mei 2011   07:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:20 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Pontianak mengakui masih banyak orang yang terinfeksi HIV/AIDS di wilayahnya belum terdata, karena masih ada ketidakpedulian masyarakat untuk memeriksa status kesehatannya secara sukarela." Ini lead berita "Banyak Penderita HIV/AIDS belum Terdata" (metrotvnews.com, 22/5-2011). Memang, tidak jelas apakah ini kutipan dari pernyataan Ketua Harian KPA Pontianak, Multi Junto Bhatarendro, atau kesimpulan wartawan yang menulis berita ini. Tapi, yang jelas pernyataan di atas tidak akurat, karena: (1). Tidak ada kaitan langsung antara (kondisi) kesehatan secara umum dengan HIV. Orang-orang yang tertular HIV tidak menunjukkan gejala yang khas sebelum masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV). Terkait dengan HIV/AIDS yang diperlukan bukan memeriksakan kesehatan, tapi menjalani tes HIV. (2). Terkait dengan tes HIV bukan karena tidak ada kepedulian masyarakat, tapi banyak orang di masyarakat yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Ini terjadi karena selama ini informasi tentang HIV/AIDS tidak akurat sehingga banyak yang tidak mengetahui car-cara penularan dan pencegahan HIV. (3) Tidak semua orang harus menjalani tes HIV karena tidak semua orang berperilaku seksual yang berisiko tertular HIV (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/18/tidak-semua-orang-harus-menjalani-tes-hiv/ Maka, siapa, sih, yang harus tes HIV? Celakanya, selama ini informasi tidak ada informasi yang akurat tentang siapa-siapa saja yang harus tes HIV. Yang harus menjalani tes HIV adalah orang-orang yang perilakunya bersiko tinggi tertular HIV, al.: (a). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti. (b). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung ('anak sekolah', 'mahasiswi', 'cewek SPG', 'cewek pemijat', 'ibu-ibu rumah tangga', 'ABG;, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai. Selama ini informasi (a) dan (b) tidak pernah sampai ke masyarakat karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dengan moral dan agama. Hal yang sama terjadi pada Perda AIDS Prov Kalimantan Barat (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/24/menakar-kerja-perda-aids-provinsi-kalimantan-barat/). Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Pontianak adalah 1.488 yang terdiri atas 966 AIDS dan 522 HIV serta 124 kematian. Angka ini tentu saja tidak menggambarkan kasus riil di masyarakat karena, seperti disebutkan Ketua Harian KPA Pontianak: ".... seperti fenomena gunung es." Artinya, kasus yang terdeteksi yaitu 1.488 hanya bagian kecil yaitu puncak gunung es yang menyembul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang sebenarnya ada di masyarakat yaitu bongkahan es di bawah permukaan laut (Lihat Gambar). Fenomena Gunung Es pada Epidemi HIV Disebutkan: " .... aktivitas transmisi seks bebas tidak terdeteksi, hal ini mengakibatkan orang terinfeksi HIV/AIDS tidak bisa sepenuhnya terdata." Lagi-lagi pemakaian istilah 'seks bebas' yang menyesatkan. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan 'seks bebas'. Kalau 'seks bebas' diartikan sebagai melacur, maka lagi-lagi pernyataan itu mitos karena tidak ada kaitan langsung atara melacur denga penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah kalau salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Terkait dengan pelacuran ada fakta yang selalu digelapkan yaitu: yang menularkan HIV kepada pekerja seks komersial (PSK) adalah laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang. Selanjutnya ada pula laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang, yang tertular HIV dari PSK. Fakta ini sering diabaikan sehingga yang menjadi 'kambing hitam' hanya PSK, padahal yang menyebarkan HIV adalah laki-laki pelanggan PSK. Di Indonesia dikabarkan 1,6 juta laki-laki beristri menjadi pelanggan PSK. Biar pun Perda AIDS Kalbar ternyata tidak bisa diandalkan dalam menanggulangi penyebaran HIV, tapi Pemkot Pontianak justru sedang menggodog perda AIDS. Jika Pemkot Pontianak tidak menjalakan program penanggulangan HIV/AIDS dengan cara-cara yang konkret, maka penyebaran HIV akan terus terjadi. Salah satu dampaknya dapat dilihat melalui kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak. Sayang, Pemkot Pontianak lebih memilih membuat perda yang hanya mengandalkan moral dan agama daripada menjalankan penanggulangan dengan cara-cara yang konkret. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun