Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perda AIDS Kab Gianyar, Bali: Menembak Pelacuran dengan Peluru Moral'

1 Mei 2011   13:48 Diperbarui: 14 Oktober 2022   16:26 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faktor risiko (mode of transmission) penularan HIV secara nasional, regional dan global didominasi melalui hubungan seksual yang tidak memakai kondom di dalam dan di luar nikah. Dalam kaitan inilah banyak negara melakukan sosialisasi kondom sebagai salah satu cara menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual.

Thailand berhasil menurukan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui program ‘wajib kondom 100 persen’ di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. Inilah yang menjadi ‘kiblat’ pembuatan peraturan daerah (Perda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Celakanya, program itu tidak diadopi secara utuh. Bahkan, banyak perda yang sama sekali menafikan pelacuran di daerahnya.

Itulah yang terjadi pada Perda Kab Gianyar No 15 Tahun 2007 tanggal 6 Juni 2007 tentang Penanggulangan HIV/AIDS yang diteken oleh Bupati A.A.G. Agung Bharata.

Dalam perda ini tidak ada kata ‘kondom’ yang secara universal disosialisasikan sebagai alat untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.

Pertanyaannya adalah: Apakah di wilayah Kab Gianyar ada (praktek) pelacuran terbuka (lokalisasi atau lokasi) dan tertutup (di losmen, hotel melati dan hotel berbintang, rumah, dll.)?

Kalau jawabannya TIDAK ADA, maka tidak perlu memasukkan kondom dalam perda karena penyebaran HIV di Gianyar tidak terkait dengan faktor risiko hubungan seksual.

Kalau jawabannya ADA, maka kondom harus disosialisasikan sebagai alat untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi atau di tempat-tempat yang dijadikan transaksi seks.

Perda ini mengatur pencegahan HIV yaitu di pasal 7: “Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV wajib melindungi pasangan seksualnya dengan melakukan upaya pencegahan.”

Ada dua hal terkait dengan pasal 7 tsb. yaitu:

Pertama, fakta menunjukkan lebih dari 90 persen kasus penularan HIV terjadi tanpa disadari.

Kedua, bagaimana cara pencegahan penularan HIV pada pasangan suami-istri yang salah satu atau dua-duanya mengidap HIV?

Dalam perda ini tidak ada cara pencegahan yang konkret. Pada pasal 1 ayat 6 disebutkan: “Pencegahan adalah upaya memutus mata rantai penularan HIV/AIDS di masyarakat, terutama kelompok berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV/AIDS seperti pengguna narkoba jarum suntik, penjaja seks dan pelanggan atau pasangannya, laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki, warga binaan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, ibu yang telah terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya, penerima darah, penerina organ atau jaringan tubuh donor.”

Bagaimana caranya menerapkan pasal 1 ayat 6 terhadap pasal 7? Jelas dua pasal ini tidak saling mendukung. Selain itu pada pasal 1 ayat 6 pun tidak ada cara yang konkret. Bagaimana caranya memutus mata rantai penularan HIV?

Soalnya, banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV sehingga tanpa disadarinya pula dia menularkan HIV kepada orang lain. Begitu pula dengan pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya. Dalam perda ini tidak ada mekanisme yang konkret untuk mendeteksi HIV pada perempuan hamil.

Pada pasal 9 disebutkan: “Setiap orang melakukan hubungan seksual berisiko wajib melakukan upaya pencegahan.” Nah, ada dan bagaimana cara pencegahan? Tidak ada cara yang konkret, yang ada hanya pasal 1 ayat 6.

Mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, adalah menghindarkan pergesekan penis dengan vagina, mencegah agar air mani tidak tumpah di dalam vagina, dan mencegah agar penis tidak terendam cairan vagina. Caranya? Sayang, dalam perda ini tidak ada cara yang konkret.

Di pasal 11 ayat 1 disebutkan: “Setiap pengelola tempat hiburan wajib memeriksakan kesehatan karyawannya secara rutin ke unit pelayanan kesehatan.”

Pasal ini pun mengambang karena apa yang dimaksud dengan ‘tempat hiburan’? Kalau kewajiban memeriksakan kesehatan karyawan terkait dengan HIV/AIDS, maka apa kaitan AIDS dengan penjaga loket sirkus atau bioskop? Di beberapa hotel ada tempat hiburan, seperti karaoke, permainan anak-anak, dll. Apakah karyawan mereka otomatis berisiko terhadap AIDS?

Pasal ini mau ‘menembak’ lokalisasi atau lokasi pelacuran, celakanya ‘peluru’ yang dipakai moral sehingga tidak tepat sasaran. ‘Memeriksakan kesehatan’ dimaksudkan menjalani tes IMS atau HIV. Ini eufemisme yang ngawur karena maknanya hilang. Arena bermain anak-anak pun tempat hiburan, apakah karyawannya harus menjalani pemeriksaan HIV?

Di pasal 11 ayat 2 disebutkan: “Petugas kesehatan wajib melakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan karyawan tempat hiburan.”

Ya, apa, sih, maksud pasal ini? Untuk apa petugas kesehatan memeriksa kesehatan karyawan tempat hiburan? Lagi pula, kesehatan seperti apa yang terkandung dalam makna pasal 11 ayat 2 ini? Karyawan tempat hiburan akan berobat kalau sakit. Bahkan, di tempat mereka bekerja juga ada dokter.

Di pasal 12 ayat c disebutkan: “Pemerintah Kabupaten menyediakan sarana dan prasarana pencegahan HIV/AIDS: layanan untuk pencegahan dari ibu hami yang positif HIV kepada bayi yang dikandungnya.” Celakanya, dalam perda ini tidak ada mekanisme mendeteksi HIV/AIDS di kalangan peremupan hamil.

Perda ini membuka kesempatan kepada masyarakat dalam penanggulangan AIDS. Pada bagian peran serta masyarakat di padal 14 ayat 1 a dan b disebutkan: Anggota masyarakat memiliki kesempatan yangsama untuk berperanserta dalam kegiatan penanggulangan HIV/AIDS dengan cara: (a) berperilaku hidup sehat, dan (b) meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV/AIDS.”

Pasal ini jelas mengusung moral. Padahal, HIV/AIDS adalah fakta medis yang bisa dicegah dengan teknologi kedokteran.

Lagi pula: Apa takaran ‘perilaku hibup sehat’? Siapa yang berhak mengukur ‘perilaku hibup sehat’ seseorang? Seberapa besar ‘perilaku hibup sehat’ yang bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, transfusi darah, jarum suntik, dan air susu ib (ASI)?

Begitu pula dengan ‘ketahanan keluarga’. Apa takaran ‘ketahanan keluarga’? Siapa yang berhak mengukur ‘ketahanan keluarga’? Seberapa besar ‘ketahanan keluarga’ yang bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, transfusi darah, jarum suntik, dan air susu ib (ASI)?

Pasal 14 ayat 1 huruf a dan b ini mendorong stigmatisasi dan diskriminasi terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS) karena masyarakat menilai mereka ‘perilaku hibupnya tidak sehat’ dan ‘ketahanan keluarganya tidak kuat’. Padahal, tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan ‘perilaku hidup sehat’ dan ‘ketahanan keluarga’.

Perda AIDS Gianyar ini tidak berbeda dengan perda lain di Nusantara, termasuk Perda AIDS Prov Bali.

Baca juga:  Menguji Perda AIDS Bali

Perda AIDS Prov Bali merupakan perda keenam di Indonesia dan Perda AIDS Kab Gianyar merupakan perda kedua belas di Indonesia dan perda kedua di Bali.

Tidak mengherankan kalau penyebaran HIV terus terjadi di Kab Gianyar karena penanggulangannya tidak dilakukan secara konkret. Perda pun tidak menawarkan pasal-pasal pencegahan dan penanggulangan dengan narasi yang konkret, tapi hanya balutan moral yang menyuburkan mitos (anggapan yang salah).

Pemkab Gianyar tinggal menunggu ‘panen’ kasus AIDS karena kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun