Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Kota Dumai, Riau: Menebar ATM Kondom tanpa Pemantauan

28 Maret 2011   07:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:22 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosialisasi kondom sebagai salah satu cara mencegah penularan HIVpada hubungan seksual di dalam dan di luar nikah terus menuai protes. Celakanya, kalangan yang menentang tidak bisa memberikan jalan keluar untuk menghentikan penyebaranHIV melalui hubungan seksual. Akibatnya, kasus HIV/AIDS mulai terdeteksi di kalangan ibu-ibu rumah tangga.

Program wajib memakai kondom bagi laki-laki dewasa pada hubungan seksual denan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuan dan rumah bordir di Thailand membuahkan hasil. Insiden infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa mulai turun. Keberhasilan Thailand itu dibawa ke Indonesia, tapi tidak utuh. Akibatnya, sosialisasi kondom tidak membuahkan hasil.

Seperti yang dilakukan Komisi Perlindungan AIDS (KPA) Kota Dumai, Prov Riau ini. KPA mendirikan 43 gerai (outlet) kondom di beberapa lokasi yang dinilai berisiko terhadap penularan penyakit mematikan HIV/AIDS. (KPA Dumai Sebar 43 Gerai Kondom, www.gatra.com, 28/3-2011). Ada beberapa hal yang perlu ditanggapi.

Pertama, tidak ada lokasi yang berisiko penularan HIV. Sebagai virus HIV menular melalui cara-cara yang sangat spesifik, al. melalui hubungan seksual, transfusi darah, dll.

Kedua, penularan HIV melalui hubungan seksual terkait dengan perilaku orang per orang. Penularan bisa terjadi di dalam dan di luar nikah, di Dumai atau di luar Dumai.

Ketiga, HIV atau AIDS tidak mematikan karena kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi karena penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Menurut Sekretaris KPA Kota Dumai, Marjoko Santoso: "Penyebaran outlet kondom dilakukan karena penderita HIV/AIDS di Dumai kian bertambah."

Jika pendirian ATM Kondom untuk memenuhi permintaan kondom, lalu: Bagaimana mekanisme yang diterapkan KPA Kota Dumai untuk memantau tingkat pemakaan kondom pada laki-laki ‘hidung belang’?

Keberhasilan Thailand menerapkan program ‘wajib kondom 100 persen’ bisa tercapai karena mekanisme pemantauan yang konkret. Kegiatan pelacuran diregulasi dengan memberikan izin usaha kepada germo atau mucikari. Secara rutin dilakukan survailans tes IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, hepatitis B, dll.) terhadap PSK. Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo diberikan sanksi tertulis sampai pencabutan izin usaha.

KPA Kab Merauke, Papua, menerapkan cara seperti di Thailand tapi yang ditangkap PSK. Ini tidak berhasil karena 1 PSK ditangkap puluhan PSK baru akan menggantikan posisi yang ditingakan PSK yang ditangkap (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/15/perda-aids-merauke-hanya-%E2%80%98menembak%E2%80%99-psk/).

Disebutkan: “Sebagian masyarakat menilai keberadaan ATM kondom justru membawa dampak negatif, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.” Ini asumsi karena dari berbagai studi menunjukkan laki-laki ‘hidung belang’ enggan memakai kondom. Buktinya, kian banyak ibu-ibu rumah tangga (baca: istri) yang terdeteksi mengidap HIV. Mereka tertular dari suaminya.

Menurut Marjoko, penambahan outlet itu bukan untuk melegalkan seks bebas (KPA Sebar 43 ATM Kondom di Dumai, www.metrotvnews.com, 28/3-2011). Lagi-lagi ini hanya asumsi karena laki-laki ‘hidung belang’ dewasa atau remaja justru enggan memakai kondom.

Kalau jawabannya YA, maka tidak perlu mendirikan ATM Kondom.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK, maka perlu peraturan yang mewajibkan semua laki-laki dewasa dan remaja memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK di Kota Dumai atau di luar Kota Dumai.

Celakanya, Perda Prov Riau No 4 Tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS yang diterbitkan untuk menanggulangi AIDS ternyata tidak jalan karena tidak ada pasal yang konkret untuk mencegah HIV/AIDS.

Jika upaya penanggulangan HIV/AIDS tidak dilakukan dengan langkah-langkah yang konkret, maka penyebaran HIV di Dumai akan terus terjadi. Pemkot Dumai tinggal menunggu ’panen’ ledakan AIDS karena kasus-kasus yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun