Biar pun fakta menunjukkan bahwa HIV dan AIDS tidak menjadi penyebab kematian, tapi tetap saja ada berita yang menyebutkan kematian karena HIV atau AIDS. Dalam berita “Dalam 2 Bulan Renggut 15 Nyawa di Bali” (“Seputar Indonesia”, 18/3-2011), disebutkan: “Kasus HIV/AIDS di Bali semakin mengkhawatirkan. Selama Januari-Februari 2011 saja tercatat 15 orang meninggal akibat virus mematikan itu.”
Memang, selain wartawan yang menulis berita ini tidak memahami HIV/AIDS sebagai fakta medis secara komprehensif, narasumber yang menyampaikan informasi juga tidak menjelaskan dengan rinci. HIV bukan ‘virus mematikan’ karena sampai sekarang belum ada laporan terkait dengan kemaitan karena (virus) HIV. Kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) bukan karena HIV atau AIDS, tapi karena penyakit-penyakit yang muncul, karena tertular, pada masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV), seperti diare, TB, dll.
Selain itu wartawan pun tidak membawa fakta kematian pada Odha ke realitas sosial terkait dengan epidemi HIV sehingga angka kematian itu tidak bermakna. Seorang Odha yang meninggal secara statistic dia sudah tertular antara 5 – 15 tahun sebelumnya. Pada rentang waktu ini banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV sehingga mereka menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari.
Data 15 Odha yang meninggal itu, misalnya, kalau mereka mempunyai pasangan, seperti istri, tentulah sudah ada 15 perempuan yang berisiko tertular HIV. Kalau istri tertular kemudian hamil maka ada pula risiko penularan HIV kepada bayi yang mereka kandung. Jumlah orang yang berisiko tertular HIV dari 15 yang meninggal itu kian besar kalau ada di antara mereka yang mempunyai lebih dari satu pasangan seks atau menjadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK).
Kepala Seksi Pelayanan Medik Rawat Khusus RS Sanglah Denpasar, Ida Ayu Miswarihati, mengatakan: Selama 2010 korban tewas HIV/AIDS mencapai 67 orang.” Dalam kaitan ini pun perlu dipertanyakan bagaimana dengan pasangan 67 orang yang meninggal karena penyakit terkait AIDS ini.
Sejak Klinik VCT (tempat tes HIV gratis dengan konseling) dibuka hingga ke pelosok tercatat 3.950 yang terdeteksi HIV/AIDS dari 7.000 lebih yang menjalani tes.
Kalau saja wartawan yang menulis berita ini membawa fakta kematian penduduk terkait AIDS ke realitas sosial maka akan mencerminkan epidemi HIV sehingga masyarakat memahami apa yang terjadi di sekitar mereka.
Disebutkan, Januari 2011 terdeteksi 34 kasus HIV/AIDS dan Februari 2011 terdeteksi 39 kasus. Mereka yang terdeteksi dikabarkan sebagia pelanggan PSK. Tapi, tunggu dulu. Bisa saja terjadi justru yang menularkan HIV kepada PSK adalah penduduk yang terdeteksi HIV. Sebaliknya, ada pula penduduk yang terdeteksi HIV tertular dari PSK.
Kasus HIV pada pelanggan PSK itu menunjukkan asumsi yang berkembang selama ini tentang kondom yang memastikan bahwa kondom mendorong laki-laki melacur tidak terbukti. Ini dapat dilihat dari kasus HIV yang terdeteksi pada laki-laki pelanggan PSK yang membuktikan mereka tidak memakai kondom.
Dengan menutup kegiatan pelacuran sekalipun kasus HIV/AIDS di Bali tidak akan pernah hilang, karena bisa saja laki-laki dewasa Bali, asli atau pendatang, tertular HIV di luar Bali. Yang perlu dilakukan adalah memutus mata rantai penyebaran HIV dari laki-laki penduduk Bali ke PSK dan sebaliknya.
Di Bali ada enam peraturan daerah (Perda) yang mengatur penanggulangan AIDS, yaitu tingkat provinsi Bali, dan tingkat kabupaten Gianyar, Buleleng,Klungkung, Badung dan Jembarana. Selain itu ada pula perda-perda anti pelacuran, yaitu Kab Gianyar, dan Kab Jembrana Tapi, celakanya tak satu pasal pun dalam perda-perda itu yang menawarkan cara-cara pencegahan HIV yang konkret.
Perda AIDS Prov Bali pun tidak memberikan cara yang konkret untuk menanggulangi AIDS (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/30/menguji-perda-aids-bali/ -).
Begitu pula dengan Perda AIDS Kab Bulelang juga tidak bisa ‘jalan’ karena tidak ada pasal yang konkret untuk menanggulangi AIDS (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/13/menyikapi-kegagalan-perda-aids-buleleng/).
Selama masalah yang mendasar terkait penyebaran HIV melalui hubungan seksual tidak ditanggulangi dengan cara-cara yang konkret, maka selama itu pula penyebaran HIV akan tertus terjadi. Perda-perda bertebaran, tapi penyebaran AIDS pun terus terjadi (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/15/%E2%80%98gelombang-epidemi-hiv%E2%80%99-vs-perda-aids-bali/). ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H