Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perda AIDS Kota Medan yang (akan) Sia-sia

15 Maret 2011   03:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:47 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* Jika tidak ada pasal yang konkret untuk mencegah penyebaran HIV Secara global penularan HIVterjadi dalam hitungan menit. Tahun 2009 terjadi insiden penulran HIV baru sebanyak 2,6 juta. Itu artinya setiap hari terjadi 7.200 insiden penularan HIV baru. Kalau data global itu ditarik ke Kota Medan, maka pertanyaannya adalah: Apakah di Kota Medan ada hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK)? Data Januari 2011 menunjukkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Medan mencapai 1.712. Kalau jawabannya YA, maka insiden penularan HIV baru pun terjadi setiap saat karena 4 persen dari PSK di Kota Medan terdeteksi HIV-positif. Kondisi ini menjadi pemicu penyebaran HIV di Kota Medan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/23/menyikapi-kasus-hivaids-di-medan/). Maka, selama pembahasan Ranperda AIDS Kota Medan insiden penularan HIV baru di kalangan laki-laki 'hidung belang' terus terjadi. Realitas inilah yang luput dari perhatian Pemkot Medan dan DPRD Kota Medan yang sibuk membahas renperda tsb (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/20/menanti-pasal-pencegahan-aids-yang-konkret-di-perda-aids-kota-medan/). Celakanya dikabarkan: Legislatif dinilai tak serius dalam membahas Rancangan Peraturan Daerah tentang HIV/AIDS. Meski telah empat bulan bergulir, hingga kini belum juga rampung. Padahal Perda ini dinilai sangat perlu, karena penyebaran HIV/AIDS di Medan belakangan ini kian mengkhawatirkan. Disebutkan bahwa ranperda tersebut nantinya nantinya bukan hanya untuk pencegahan tapi juga perlindungan penderita. Yang menjadi persoalan besar pada epidemi HIV justru pencegahan karena penularan HIV terjadi di masyarakat tanpa disadari. Celakanya, dalam Ranperda AIDS tidak ada satu pasal pun yang menawarkan cara-cara pencegahan HIV yang konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/07/raperda-aids-kota-medan-penanggulangan-di-awang-awang/). Lihatlah pasal 12. Disebutkan: "Setiap orang yang melakukan hubungan seksual berisiko wajib melakukan upaya pencegahan dengan memakai kondom." Ini terkait dengan pasal 1 ayat 39: "Perilaku Seksual Tidak Aman adalah perilaku berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom." Hubungan seksual yang berisiko tertular HIV tidak hanya yang dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti, tapi juga dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung (PSK di lokalisasi, jalanan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung ('cewek bar', 'anak sekola', 'mahasiswi', 'ibu-ibu rumah tangga', 'cewek pemijat', 'cewek SPG', dll.) serta perempuan pelaku kawin-cerai. Salah satu faktor risiko (mode of transmission) penularan HIV adalah hubungan seksual di dalam atau di luar nikah. Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual terjadi melalui perilaku berisko yaitu jika dilakukan tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan di Kotan Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri. Maka, dalam perda harus ada pasal yang mengatur agar laki-laki penduduk Kota Medan, asli dan pendatang, tidak melakukan hubungan seksual berisiko di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/23/tanggapan-terhadap-rancangan-perda-aids-kota-medan/). 'Ruh' perda-perda AIDS di Indonesia, sekarang sudah ada 44 mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota, teramsuk dua di Sumut (Kab Serdang Bedagai dan Kota Tanjungbalai) berasal dari program Thailand yaitu 'wajib kondom 100 persen' pada hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuaran atau rumah bordir. Program itu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual di lokalisasi pelacuran. Dalam semua perda yang ada progaram itu diadopsi, tapi tidak komprehensif. Seperti di pasal 13 ayat (1) Setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan wajib memberikan informasi atau penyuluhan secara berkala mengenai pencegahan HIV dan AIDS kepada semua karyawannya. Ayat (2) Setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan wajib mendata karyawan yang menjadi tanggungjawabnya. Ayat (3) Setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan wajib memeriksakan diri dan karyawannya yang menjadi tanggungjawabnya secara berkala ke tempat-tempat pelayanan IMS yang disediakan pemerintah, lembaga nirlaba dan atau swasta yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Kota Medan. Apa yang dimaksud dengan tempat hiburan? Dalam KBBI hiburan adalah sesuatu atau perbuatan yang dapat menghibur hati (melupakan kesedihan dsb), seperti taman hiburan rakyat, bioskop, diskotek, karaoke, kebun binatang, dll. Bertolak dari pasal 13 ini ada kesan bahwa di Kota Medan tempat hiburan menyediakan PSK dan tempat untuk melakukan hubungan seksual sehingga diperlukan penyuluhan dan pengecekan kesehatan terhadap karyawannya. Celakanya, dalam rancangan Perda AIDS tidak ada upaya untuk memutus mata rantai penyebaran HIV melalui PSK di tempat hiburan. Tidak ada pula pasal yang mewajibkan laki-laki 'hidung belang' memakai kondom jika sanggama dengan PSK. Upaya penanggulangan AIDS yang melibatkan masyarakat melalui peran serta masyarakat yang diatur di pasal 24: (1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS al. dengan cara: a. berperilaku hidup sehat, b. meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV dan AIDS. Di pasal 1 ayat 29 disebuktan: Ketahanan Keluarga adalah kondisi dinamis suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materiil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Pasal 24 mendorong stigma dan diskriminasi terhadap Odha karena mereka dikesankan tertular HIV karena perilakunya tidak sehat, dan keluarganya tidak mempunyai ketahanan. Tidak ada kaitan langsung antara perilaku hidup sehat dan ketahanan keluarga dengan penularan HIV (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/27/ranperda-aids-medan-pemkot-medan-tidak-belajar-ke-kab-serdang-bedagai-dan-kota-tanjungbalai/). Karena penyebaran HIV didorong oleh perilaku laki-laki 'hidung belang' melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, maka perlu ada pasal yang mengatur perilaku laki-laki dewasa. Pasal tsb. berbunyi: "Setiap laki-laki diwajibkan memakai kondom jika melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah, di wilayah Kota Medan atau di luar wilayah Kota Medan serta di luar negeri dengan pasangan yang bergati-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSKdi lokasi dan lokalisasi pelacuran, tempat-tempat hiburan malam, panti pijat plus-plus, losmen, hotel melati dan hotel berbintang), dan PSK tidak langsung ('cewek bar', 'cewek disko', 'anak sekolah', 'mahasiswi', 'cewek SPG', 'cewek pemijat', 'ibu-ibu rumah tangga', selingkuhan, gundik, WIL, dll.) serta perempuan pelaku kawin cerai." Risiko Penularan HIV pada Laki-laki Pada gambar dapat dilihat penyebaran HIV di masyarakat (dalam lingkaran warna hijau) jika tidak ada intervensi terhadap perilaku seks laki-laki 'hidung belang' yang melakukan hubungan seksual dengan PSK (garis panah putus-putus). Intervensi juga bisa dilakukan pada hubungan seksual dengan istri atau pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandung. Di beberapa perda ada pasal tentang pencegahan penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandung, tapi perda tidak mengatur cara mendeteksi HIV di kalangan ibu-ibu hamil. Maka, upaya pencegahan pun hanya menunggu kasus ibu hamil yang terdeteksi HIV. Sedangkan yang tidak terdeteksi berisko menularkan HIV kepada anak yang dikandungnya terutama pasa persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI). Perda AIDS Kota Medan bisa mengendalikan penyebaran HIV jika ada pasal yang mewajibkan laki-laki 'hidung belang' selalu memakai kondom kalau melakukan hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun