Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AIDS Pada Anak-anak di Kab Jayapura, Papua

8 Februari 2011   06:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:48 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kasus HIV dan AIDS pada anak-anak sudah lama menjadi wacana, tapi tidak ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Berbagai masalah dikhawatirkan akan muncul ketika kian banyak anak-anak yang tertular HIV dari ibunya (vertikal). Anaka-anak bisa hanya tertular HIV, tapi pada masa berikutnya mereka akan menjadi yatim atau piatu atau yatim-piatu karena kedua orang tuanya meninggal akibat penyakit terkait AIDS (Lihat: Syaiful W. Harahap, Nasib Anak HIV+, http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/02/nasib-anak-hiv/).

Di Kab Jayapura, Prov Papua, misalnya, dikabarkan sudah terdeteksi 12 anak usaia 1 – 4 tahun yang tertular HIV (Data KPA 2010, 12 Kasus Anak Idap HIV/Aids di Papua (kompas.com, 7/2-2011).

Menurut Sekretaris Komisi Penanggungalangan AIDS (KPA) Kab Jayapura, Purnomo, anak usia dini yang terkena HIV/AIDS ditularkan oleh ibu yang sudah berisiko tinggi sebelum mengandung. Pernyataan ini tidak akurat karena tidak semua perempuan atau ibu rumah tangga yang tertular HIV sebagai perempuan yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV. Yang jelas ibu-ibu itu tertular HIV sebelum mengandung atau ketika sudah mengandung.

Celakanya, di Indonesia tidak ada mekanisme yang bisa mendeteksi HIV di kalangan perempuan hamil. Di Malaysia atau skrining rutin terhadap perempuan hamil sehingga bisa dideteksi. Sedangkan di Indonesia perempuan hamil terdeteksi HIV umumnya menjelang persalinan.

Purnomojuga mengatakan: "Anak usia 1-4 tahun yang terkena penyakit HIV/AIDS ditularkan melalui ibunya melalui air susu dan pada saat lahir." Ini juga tidak akurat karena seorang bayi yang lahir dengan HIV tidak bisa dipastikan kapan dia tertular karena bisa saja terjadi salam dalam kandungan, saat persalinan atau ketika menyusu kepada ibunya.

Disebutkan: “ …. penyebaran virus HIV/AIDS bagaikan fenomena ‘gunung es’ ….” Yang erat kaitannya dengan fenomena gunung es adalah epidemi HIV, sedangkan penyebaran virus terjadi tanpa disadari karena banyak orang yang sudah tertular HIV tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV. Ini terjadi karena tidak ada tanda-tanda yang khas pada fisik orang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular). Pada rentang waktu itulah terjadi penularan secara horizontal antar penduduk.

Purnomo menambahkan: "Kalau kasus ini tidak menjadi perhatian khusus dari warga terutama orang tua, generasi muda kita sebagai penerus cita-cita bangsa terancam masa depannya." Lagi-lagi pernyataan ini tidak bertumpu pada fakta. Kasus HIV/AIDS pada anak terkait dengan perilaku laki-laki dewasa. Lalu, mengapa yang menjadi sasaran generasi muda?

Tahun 2010 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDD di Kab Jayapura mencapai 609, yang terdiri atas laki-laki 242, perempuan 367 (ibu rumah tangga 164 dan PSK 102),lain-lain 124, buruh/petani 61, PNS 37, pelajar/mahasiswa 41, dan swasta 57. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah suami-suami ibu rumah tangga itu sudah termasuk dalam jumlah 242? (Lihat: Syaiful W. Harahap, Di Kab Jayapura, Papua, AIDS Lebih Banyak Pada Perempuan, http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/30/di-kab-jayapura-papua-aids-lebih-banyak-pada-perempuan/).

Terkait dengan 102 PSK yang terdeteksi HIV/AIDS tentulah menjadi pemicu penyebaran HIV.

Pertama, ada kemungkian PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu tertular HIV dari laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, Ini menunjukkan sudah ada kasus HIV di masyarakat. PSK yang tertular HIV akan menularkan HIV kepada laki-laki yang mengencani mereka tanpa kondom. Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang atau duda. Mereka inilah kemudian yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat.

Kedua, PSK yang beroperasi di Kab Jayapura kemungkinan sudah tertular HIV di luar Kab Jayapura. Kalau ini yang terjadi maka laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, akan berisiko tinggi terular IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus kalau mereka kencan dengan PSK tanpa kondom. Laki-laki yang tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus akan menularkan HIV kepada orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Andaikan seorang PSK meladeni 3 laki-laki setiap malam, maka setiap bulan ada 6.120 (3 laki-laki x 102 PSK x 20 hari) laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, yang berisiko tertular HIV kalau mereka tidak memakai kondom ketika sanggama dengan PSK. Sayang, tidak ada data empiris tentang perilaku seksual laki-laki penduduk Kab Jayapura, seperti pemakaian kondom, jika sanggama dengan PSK di lokalisasi pelacuran.

Kab Jayapura sudah menelurkan peraturan daerah (Perda) yaitu Perda No 20 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS. Tapi, sama seperti perda-perda lain perda ini pun ‘impoten’ karena tidak menyentuh akar persoalan.

Disebutkan: “Potensi penyebaran penyakit tersebut, menurut dia, akibat pergaulan hubungan seks bebas dengan gonta-ganti pasangan.” Ini merupakan mitos (anggapan yang salah) karena penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) kalau salah satu dari pasangan itu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama (kondisi hubungan seksual).

Kalau ‘seks bebas’ diartikan zina atau melacur maka semua orang yang pernah berzina sudah mengidap HIV/AIDS. Tentu saja tidak karena penularan HIV bukan karena sifat hubungan seksual tapi terkait dengan kondisi (saat) hubungan seksual. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun