“Puluhan PSK Jalanan Masih Keliaran.” Ini judul berita di Harian “Jambi Ekspres” (12/1-2011). Disebutkan: Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Jambi kembali akan melakukan operasi terhadap Penjaja Seks Komersial (PSK) yang berkeliaran bebas. Diperkirakan, masih ada puluhan PSK jalanan yang berkeliaran di Kota Jambi tanpa pengawasan dan pengamanan intensif.
Selama ini yang menjadi sasaran empuk Satpol PP hanya PSK jalanan karena kasat mata. PSK jalanan ini disebut sebagai PSK langsung. Sedangkan PSK tidak langsung yaitu PSK yang beroperasi melalui jaringan tidak bisa disentuh Satpol PP. PSK tidak langsung memang tidak kasat mata, tapi kalau Satpol PP menjalankan razia secara jujur dan bernyali tentu akan bisa menangkap PSK tidak langsung. Soalnya, PSK tidak langsung beroperasi secara terselubung di berbagai tempat, seperti di hotel berbintang, dan jaringannya pun mempunyai ‘backing’. Selama ini Satpol PP dan Polisi tidak pernah merazia pelacuran di hotel berbintang.
Lagi-lagi paradigma menghadapi PSK tidak berubah sejak dahulu. Misalnya, disebutkan bahwa PSK yang tertangkap akan direhabilitasi selama satu tahun. Pengalaman menunjukkan cara ini tidak behasil. Satu PSK ditangkap dan direbahibiltasi maka ratusan PSK akan menggatikannya. Selain itu rehabilitasi yang dilakukan pun tidak menjawab persoalan (Lihat: Syaiful W. Harahap, Apriori Terhadap Pelacuran, http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/09/apriori-terhadap-pelacuran/).
Terkait dengan praktek pelacuran, baik yang melibatkan PSK langsung maupun PSK tidak langsung, mengapa laki-laki ‘hidung belang’ tidak menjadi sasaran rehabilitasi? Perilaku laki-laki ‘hidung belang’ sama persis dengan perilaku PSK. Mereka melakukan (praktek) pelacuran.
Ada ambiguitas (sikap yang mendua) di masyarakat. Di satu sisi mengujat pelacuran dengan sasaran tembak PSK, tapi di sisi lain mengabaikan peranan laki-laki ‘hidung belang’ sebagai ‘pembeli’ seks.
Dalam berita disebtjkan Kakan Satpol PP Kota Jambi, Sabriyanto, mengeluh karena banyak PSK PSK jalanan yang berkeliaran di Kota Jambi. Tapi, megnapa Pak Kakan Satpol PP ini tidak mengeluhkan laki-laki ‘hidung belang’ yang juga berkeliaran mencari PSK?
Pandangan dan penanganan terhadap PSK selama ini juga bias gender. Yang disalahkan dan dihujat hanya perempuan (baca: PSK). Padahal, transaksi seks hanya bisa terjadi antara PSK dan laki-laki ‘hidung belang’.
Disebutkan pula Satpol PP sudah berkali-kali melakukan operasi dengan menangkap puluhan PSK dan dibina, tapi masih saja ada bahkan bertambah banyak. Kalau saja disikapi dengan arif tentulah pertambahan jumlah PSK terjadi karena peminatnya (laki-laki ‘hidung belang’) juga bertamah banyak di Kota Jambi. Tapi, karena penanganan terhadap PSK bias gender maka yang disasar hanya PSK.
Sabriyanto mengatakan: “Jika dibiarkan, ini berbahaya sekali. Terutamanya berpotensi sekali terhadap penyebaran penyakit seperti HIV/AIDS.” Pernyataan ini menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap epidemi HIV sebagai fakta medis.
Yang luput dari perhatian adalah yang menularkan HIV kepada PSK. Ada kesan selama ini HIV/AIDS semata-mata hanya ada di PSK. Padahal, yang menularkan HIV kepada PSK justru laki-laki penduduk asli lokal atau pendatang. Dalam kehidupan sehari-hari mereka itu bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang, duda atau remaja. Mereka inilah yang menyebarkan HIV karena berperan sebagai mata rantai.
Biar pun semua PSK jalanan di Kota Jambi ditangkap dan Kota Jambi bersihdari PSK jalan itu bukan jaminan tidak akan ada lagi penyebaran HIV. Soalnya, laki-laki yang sudah menularkan HIV kepada PSK justru ‘berkeliaran’ menyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Mata rantai bertambah banyak karena laki-laki yang tertular dari PSK juga menjadi bagian dari penyebaran HIV.
Disebutkan pula: “ …. pada umumnya, PSK jalananan yang berkeliaran tersebut bukanlah orang-orang yang berasal dari Kota Jambi sendiri, melainkan merupakan pendatang.” Ini gambaran umum di semua daerah sebagai bentuk penyangkalan. Dalam dunia pelacuran PSK yang beroperasi di satu kota berasal dari kota lain karena beberapa asalan, misalnya, kalau beroperasi di kota sendiri akan dikenal, dll.
“Kita akan berusaha memberikan pengarahan dan pembinaan agar mereka bisa kembali ke tengah masyarakat dan mampu berkarya.” Ini pernyataan pamungkas Kakansatpol PP Kota Jambi.
Biar pun di Kota Jambi tidak ada PSK jalanan, apakah itu merupakan jaminan bahwa di Kota Jambi tidak ada lagi praktek pelacuran? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H