'Kekuatan' Timnas PSSI dan 'kelemahan' kesebelasan Malaysia diumbar oleh media massa, terutama televisi. Hampir sepanjang hari ada informasi (bukan berita karena tidak akurat) tentang Timnas PSSI,
Acara infotainment pun tidak mau ketinggalan. Wawancara dengan aktor dan artis dibumbui dengan celotehan tentang Timnas PSSI. Pujian dan 'analisis' dari artis pun muncul.
Padahal, dari aspek jurnalistik yang berkompeten menganalisis Timnas PSSI adalah orang yang terkait langsung deengan teknik sepakbola, seperti pelatih dan dosen olahraga.
Sanjungan terhadap Timnas PSSI kian tidak realistis karena dibumbui pula dengan politik dan agama.
Kabarnya, Timnas PSSI dibawa sowan ke ulama. Bahkan, ada pula pondok pesantren dan kelompok pengajian yang berdoa untuk kemenangan Timnas PSSI.
Terkait dengan doa saya teringat pada 'tragedi' kekalahan PSSI di babak penyisihan Piala Dunia di Bangkok di tahun 1980-an.
Pertandingan itu disiarkan “TVRI”secara langsung dengan komentaror penyiar TVRI, Sambas. Waktu tinggal 10 menit. Sambas berkomentar (kira-kira begini): Suadara-saudara, mari kita berdoa agar PSSI menang.
PSSI kalah. Gagal ke babak berikutnya.
Waktu itu Prof Dr Anton M. Meoliono, pakar bahasa di Pusat Bahasa Depdikbud, berkomentar: Kalau hanya mengandalkan doa tentulah Cina yang selalu menjadi juara.
Mengapa?
Karena yang berdoa di Cina lebih dari satu miliar. Angka ini belum termasuk Cina di perantauan.