Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kematian Terkait AIDS di Kota Tasikmalaya

8 Desember 2010   23:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:54 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

40 Penderita AIDS di Kota Tasikmalaya Meninggal.” Ini judul berita di tribunnews.com (1/12-2010). Disebutkan: Selama tujuh tahun 40 penderita AIDS di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, meninggal dunia. Mereka rata-rata berada di usia produktif dan tertular melalui jarum suntik narkoba.

Penekanan melalui ‘usia produktif’ mengesankan bahwa hanya remaja pada rentang usia 20-19 tahun saja yang berisiko tertular HIV. Kasus HIV dan AIDS di kalangan remaja terdeteksi di kalangan pengguna narkoba. Remaja pengguna narkoba wajib menjalani tes HIV ketika hendak menjalani rehabilitasi. Inilah yang membuat banyak kasus HIV dan AIDS terdeteksi di kalangan ‘usia produktif’.

Sebaliknya, kasus-kasus HIV dan AIDS di kalangan dewasa banyak yang tidak terdeteksi karena tidak ada mekanisme yang bisa ‘memaksa’ kalangan dewasa, terutama laki-laki ‘hidung belang’, untuk menjalani tes HIV. Laki-laki dan perempuan yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi akan menjadi mata rantai penyebaran HIV. Kasus HIV dan AIDS di kalangan dewasa akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS.

Kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi antara 5-15 tahun setelah mereka tertular HIV. Maka, 40 penduduk Kota Tasikmalaya yang meninggal karena penyakit terkait AIDS itu sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari.

Pengguna narkoba dengan jarum suntik bergantian biasanya dilakukan oleh beberapa remaja. Misalnya, di satu kelompok ada lima remaja. Kalau salah satu dari mereka mengidap HIV maka ada empat orang yang berisiko tertular HIV. Yang empat orang ini pun mempunyai teman menyuntik lain. Begitu seterusnya sehingga risiko penyebaran HIV melalui jarum suntik pada pengguna narkoba sangat besar.

Staf KPA Kota Tasikmalaya, Isep Suhendar, mengatakan di Kota Tasikmalaya tercatat 231 kasus kumulatif HIV/AIDS. Angka ini pun tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat.

Pertama, penyebaran HIV melalui pengguna narkoba sangat besar. Selain di antara sesame pemakai narkoba risiko penyebaran HIV ke masyarakat juga terjadi. Misalnya, pengguna narkoba yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya, pasangan seks lain,dan pekerja seks komersial (PSK). Yang tidak beristri menularkan HIV kepada pacarnya atau PSK.

Kedua, kasus HIV dan AIDS terkait dengan jumlah penduduk Kota Tasikmalaya yang pernah atau sering melakukan perilaku berisiko tertular HIV di Kota Tasikmalaya atau di luar Kota Tasikmalaya.

Ketiga, laki-laki penduduk Kota Tasikmalaya, asli dan pendatang, yang tertular HIV di Kota Tasikmalaya atau di luar Kota Tasikmalaya akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Kota Tasikmalaya.

Menurut Isep, saat ini mereka masih bisa melakukan aktivitas secara normal dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Namun kepada mereka, termasuk keluarganya, dicamkan hal-hal yang riskan. Bagi penduduk yang sudah terdeteksi HIV, terutama melalui tes dengan konseling, tidak ada masalah karena sebelum tes mereka sudah berjanki akan menghentikan penyebaran HIV mulai dari dirinya.

Yang menjadi persoalan besar bagi Kota Tasikmalaya adalah penduduk yang sudah tertular HIV tapi tidak terdeteksi. Tanpa mereka sadari mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka.

Disebutkan: selain tertular melalui jarum suntik pada pengguna narkoba kasus HIV/AIDS di Kota TasikmalayaSisanya adalah ‘penganut free sex’. Kalau ‘free sex’ diartikan sebagai zina, maka pernyataan ini tidak akurat karena penularan HIV melalui hubungan seksual juga terjadi di dalam nikah (tidak zina).

Wali Kota Tasikmalaya, Syarif Hidayat, berharap keberadaan KPA Kota Tasikmalaya bisa terus meredam bertambahnya penderita HIV/AIDS. Masalahnya adalah informasi yang disebarluaskan sering tidak akurat sehingga masyarakat tidak memahami cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis.

Perda Kota Tasikmalaya No 2 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS ternyata tidak menawarkan cara yang konkret untuk mencegah penularan HIV dan menanggulangi epidemi HIV. Ini terjadi karena perda-perda AIDS di Indonesia hanya copy-paste dari satu perda ke perda lain.

Selama penanggulangan HIV/AIDS dilakukan dengan membalut informasi HIV/AIDS dengan norma, moral dan agama maka selama itu pula masyarakat hanya menangkap mitos (anggapan yang salah) sehingga banyak orang yang tidak mengetahui cara-cara pencegahan.

Epidemi HIV tidak akan menjadi masalah bagi Kota Tasikmalaya jika Pemkot Tasikmalaya bisa menjamin semua penduduknya, khususnya laki-laki dewasa, tidak akan pernah melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti di Kota Tasikmalaya atau di luar Kota Tasikmalaya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun